Liputan6.com, Jakarta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan dalam berkampanye, yang dijadikan pedoman adalah aturan teknis yang dibuat Komisi Pemilihan Umum (KPU). Aturan KPU yang mesti ditaati baik itu oleh calon presiden, calon wakil presiden maupun tim sukses masing-masing pasangan calon.
Menteri Tjahjo mengatakan itu menanggapi polemik boleh tidaknya berkampanye di pesantren, sekolah atau di kampus perguruan tinggi. Ia sendiri sebagai pribadi berpendapat, , kalau untuk sosialisasi tentang pemahaman yang terkait dengan pemilihan umum, tidak masalah mengungkapkan itu di lingkungan dunia pendidikan. Karena bagaimana pun, banyak santri, siswa sekolah dan mahasiswa yang sudah punya hak pilih. Tentunya mereka harus diberi pemahaman yang utuh terutama untuk mendorong partisipasinya di pemilihan nanti.
Advertisement
"Enggak ada masalah. Sekolah-sekolah, pondok pesantren kan punya hak pilih saya kira sosialisasi pemilu tidak ada masalah," ujar Tjahjo.
Tapi kalau kemudian KPU misalnya melarang capres dan cawapres berkampanye di lingkungan pendidikan seperti pesantren, sekolah dan perguruan tinggi, tentu harus dihormati. Bagaimana pun, KPU adalah lembaga yang diberi mandat oleh UU menyelenggarakan pemilihan. Termasuk mengatur teknis tahapan kampanye yang dituangkan dalam peraturan KPU.
"Pemerintah pun enggak bisa intervensi semua harus taat, harus tunduk sebagaimana yang diatur oleh KPU," ujar Tjahjo.
Dalam wawancara tersebut, Tjahjo juga sempat ditanya soal deklarasi kepala daerah yang mendukung capres tertentu. Menjawab itu, Tjahjo mengatakan, kepala daerah mendukung capres tertentu tidak ada masalah. Tapi harus tetap taat aturan. Dan jangan sampai melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN). Karena bagaimana pun, menurut aturan ASN harus netral. Itu yang harus dijaga.
" Kalau kepala daerah deklarasi (mendukung capres) boleh- boleh saja. Tapi jangan mengajak ASN," katanya.
(*)