Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat tipis pada perdagangan Selasa ini.
Mengutip Bloomberg, Selasa (16/10/2018), rupiah dibuka di angka 15.200 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.220 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.192 per dolar AS hingga 15.231 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 12,35 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 15.206 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan kemarin yang ada di angka 15.246 per dolar AS.
Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada menilai, pergerakan rupiah masih memiliki kecenderungan yang stagnan di pasar valuta asing.
Baca Juga
Advertisement
"Adanya rilis surplus perdagangan senilai USD 0,23 miliar, meski mendapat apresiasi positif dari sejumlah kalangan terutama Kementerian Keuangan, belum banyak memberikan sentimen positif pada rupiah," kata dia dikutip dari antara.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan nilai neraca perdagangan Indonesia pada September 2018 mengalami surplus 0,23 miliar dolar AS, yang dipicu oleh surplus sektor nonmigas 1,30 miliar dolar AS meskipun sektor migas mengalami defisit 1,07 miliar dolar AS.
Di sisi lain, lanjut Reza, sentimen dari kesepakatan swap antara Indonesia dan Jepang masih belum mendapatkan tanggapan yang positif.
Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) dan Bank of Japan telah menandatangani amandemen perjanjian kerja sama Bilateral Swap Arrangement (BSA) pada tanggal 14 Oktober 2018.
Sebagaimana perjanjian sebelumnya, nilai fasilitas swap masih sama, yaitu sampai dengan 22,76 miliar dolar AS.
Reza memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran antara Rp15.188 dan Rp15.215 per dolar AS.
"Meski rilis dari BPS terkait surplusnya neraca perdagangan belum membuat rupiah menguat, namun diharapkan tekanan global dapat lebih berkurang," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Efek Perang Dagang hingga Rupiah Melemah bagi Emiten Tekstil
Nilai tukar rupiah cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tidak selalu berdampak negatif terutama bagi emiten berorientasi ekspor. Salah satunya emiten tekstil.
Namun, meski rupiah tertekan, pengusaha tekstil ingin pergerakan nilai tukar rupiah stabil terhadap dolar AS.
Sekretaris Perusahaan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), Welly Salam, menuturkan rupiah melemah berdampak positif untuk perseroan. Ini karena pendapatan perseroan lebih besar dalam dolar AS ketimbang biayanya.
BACA JUGA
"Jika rupiah melemah 10 persen maka laba kotor SRIL akan bertambah 100 basis poin," ujar Welly saat dihubungi Liputan6.com, lewat pesan singkat, seperti ditulis Senin (15/10/2018).
Seperti diketahui, Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) sudah melemah 12,19 persen sepanjang tahun berjalan 2018. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah dari posisi 13.542 pada 2 Januari 2018 ke posisi 15.194 pada 12 Oktober 2018.
Sementara itu, PT Sri Rejeki Isman Tbk membukukan kenaikan penjualan 35,66 persen dari USD 400,80 juta pada semester I 2017 menjadi USD 543,76 juta pada semester I 2018. Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik 67,67 persen menjadi USD 56,32 juta pada semester I 2018.
Dari total penjualan USD 543,76 juta sepanjang semester I 2018, berdasarkan laporan keuangan perseroan, penjualan domestik mencapai USD 251,98 juta. Sedangkan luar negeri mencapai USD 291,77 juta. Penjualan tersebut ke Asia, Eropa, Amerika Serikat dan Latin, Uni Emirat Arab dan Afrika, serta Australia.
Hal senada dikatakan Wakil Direktur Utama PT Pan Brothers Tbk (PBRX), Anne Patricia Sutanto. Pelemahan nilai tukar rupiah menguntungkan para eksportir. Akan tetapi, Anne menegaskan pihaknya juga ingin pergerakan nilai tukar rupiah stabil terhadap dolar AS.
"Kami incomenya 97-98 persen dalam dolar AS. Cost of material kita 60 hingga 65 persen dalam dolar AS jadi tetap natural hedge,” kata dia.
PT Pan Brothers Tbk mencatatkan penjualan naik 7,98 persen dari USD 241,65 juta pada semester I 2017 menjadi USD 260,94 juta pada semester I 2018. Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik menjadi USD 4,77 juta.
Terkait perang dagang, emiten tekstil juga mendapatkan peluang. Hal tersebut dapat menggenjot ekspor perseroan ke Amerika Serikat (AS).
Welly mengatakan, perang dagang memberikan dampak positif. Ini karena ada potensi kenaikan ekspor terutama ke Amerika Serikat. Selain itu juga akan genjot ekspor ke Eropa. “Karena pelanggan dari Amerika Serikat mulai menambah order kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk,” tutur dia.
Welly perkirakan, ada kenaikan sekitar 15-20 persen ekspor ke Amerika Serikat (AS). Berdasarkan laporan keuangan perseroan semester I 2018, penjualan perseroan ke Amerika Serikat dan Amerika Latin mencapai USD 19,99 juta. Posisi ini turun dibandingkan semester I 2017 sebesar USD 32,86 juta.
Hal senada dikatakan Anne. Ia menilai, perusahaan tekstil mendapatkan keuntungan dari perang dagang. "Ini kesempatan untuk Indonesia do reciprocal trade relationships with US," ujar dia.
Perseroan pun akan genjot ekspor ke AS mulai 2019. Ia menilai, perang dagang tersebut jadi momen baik untuk perusahaan tekstil. Ini selama pemerintah juga investasi dan mendukung terhadap manufaktur. "Konsisten with the policy. And give competitive edge untuk perusahaan di Indonesia vs company di South East Asia atau Asia lain yang merupakan competitor di Indonesia," tutur Anne.
Advertisement