Unjuk Rasa di Depan Istana, Petani Tebu Minta Impor Gula Dihentikan

Petani meminta pemerintah menindak tegas pelaku rembesan gula rafinasi untuk segera ditangkap dan diadili.

oleh Septian Deny diperbarui 16 Okt 2018, 16:34 WIB
Sekitar 300 petani tebu yang tergabung dalam Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Selasa (16/10/2018).

Liputan6.com, Jakarta - Sekitar 300 petani tebu yang tergabung dalam Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka. Para petani tersebut berasal dari sentra-sentra tebu di Jawa Tengah, Jawa Barta, Jawa Timur dan Yogyakarta.

Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen mengatakan, dalam aksi ini, para petani membawa empat tuntutan yang ingin disampaikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pertama, para petani meminta agar pemerintah menghentikan impor gula lantaran stok di dalam negeri sudah terlalu banyak. Soemitro menjelaskan, pada 2018 ini stok gula konsumsi mengalami surplus 2,4 juta ton.

Rinciannya, stok sisa di akhir 2017 sebesar 1 juta ton, rembesan gula rafinasi di 2018 sebesar 800 ribu ton. Kemudian produksi gula konsumsi di 2018 sebesar 2,1 juta ton, impor gula konsumsi tahun ini sebanyak 1,2 juta ton,

"Sehingga total stok 5,1 juta ton. Sedangkan kebutuhan gula konsumsi hanya 2,7 juta ton," ujar dia di Jakarta, Selasa (16/10/2018).

Kedua, petani meminta pemerintah melalui badan usahanyanya untuk membeli gula tani yang tidak laku. Menurut Soemitro, komitmen pemerintah yang akan membeli gula tani 600 ribu ton melalui Bulog dengan harga Rp 9.700 per kg belum terealisasi sepenuhnya.

Hingga saat ini, Bulog hanya membeli sekitar 100 ribu ton gula petani, sehingga sebagian petani terpaksa menjual gula dengan harga dibawah Rp 9.000 per kg karena tidak kuat menahan kebutuhan hidup dan biaya untuk mengolah kembali tanaman tebu.

"Dengan harga pembelian Bulog itu pun kami masih rugi karena biaya produksi gula petani sebesar Rp 10.600-Rp 11.000 per kg. Maka kerugian kami untuk tahun 2018 sebesar Rp 2 triliun dengan perhitungan kerugian petani Rp 2.000 per kg dikalikan 1 juta ton gula tani," ungkap dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Tindak Tegas Pelaku Rembesan Gula Rafinasi

Perwakilan petani tebu menebarkan gula rafinasi saat berunjuk rasa di sekitar depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/10). Puluhan perwakilan petani tebu berunjuk rasa menuntut pemerintah menyetop impor gula. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ketiga, petani meminta pemerintah menindak tegas pelaku rembesan gula rafinasi untuk segera ditangkap dan diadili. Soemitro menyatakan, rembesan gula rafinasi menyebabkan gula tani tidak laku karena pasar sudah penuh dengan gula impor.

"Tahun 2018 kami hitung ada 800 ribu ton rembesan gula rafinasi sehingga petani sangat dirugikan. Kami sudah menemukan banyak rembesan dan melaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Rembesan ini akibat izin impor rafinasi yang kebanyakan yaitu 3,6 juta ton, padahal kebutuhan hanya 2,4 juta ton," ungkap dia.

Dan keempat, para petani meminta agar Presiden Jokowi mencopot Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang telah memberikan izin impor gula sehingga menyebabkan kerugian bagi para petani lokal.

"Ganti Menteri Perdagangan sebagai orang yang paling bertanggungjawab terhadap banjirnya impor gula," tandas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya