Liputan6.com, Jakarta PT Freeport Indonesia mengklaim telah menyelesaikan enam temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terkait masalah lingkungan dalam pengelolaan pertambangan.
Direktur Eksekutif PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan, dari beberapa temuan BPK terkait masalah lingkungan, enam permasalahan sudah selesai. Namun dua masalah lain terkait Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) masih dalam proses.
Baca Juga
Advertisement
"Rekomendasi BPK 6 sudah selesai. Ada dua hal lagi soal DELH, yang mestinya sudah siap terbitkan KLHK. Dan satu lagi soal IIPKH yang sudah beberapa tahun lalu kita masukin," kata Tony, di Gendung DPR, Jakarta, Rabu (17/10/2018).
Menurut Tony, seharusnya sudah tidak ada permasalahan. Ini karena Freeport sudah mengikuti rekomendasi yang ditentukan. Untuk permasalahan limbah pertambangan (tailing) saat ini sedang melakukan koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK).
"Yang tadi, ada delapan rekomendasi, itu termasuk untuk pengelolaan tailing. Kita tailing itu memang kita kelola," tutur dia.
Tony melanjutkan, selama menjalankan kegiatan operasi pertambangan, perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut telah memenuhi beberapa syarat lingkungan termasuk Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).
"Semuanya sudah sesuai dengan Amdal dan izin gubernur penggunaan sungai untuk tailing, ada izin Bupati Mimika tahun 2005," dia menandaskan.
Inalum Ingin Freeport Selesaikan Masalah Lingkungan
PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) berharap PT Freeport Indonesia menyelesaikan masalah lingkungan, sebelum pembelian 41,64 persen saham dilunasi.
Direktur Utama PT Inalum, Budi Gunadi Sadikin, mengatakan Freeport Indonesia perlu menyelesaikan isu lingkungan yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ini sebab isu tersebut akan mempengaruhi pengucuran dana pinjaman untuk membeli 41,64 persen saham Freeport Indonesia.
"Itu harapkan isu lingkungan diselesaikan dengan baik, supaya perbankan bisa memberikan pinjaman ke kita," kata Budi, saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (17/10/2018).
Baca Juga
Budi menuturkan, jika penyedia pinjaman telah mengucuran uangnya, pembayaran atas pembelian saham Freeport Indonesia senilai USD 3,85 bisa dilakukan sesuai jadwal.
"Penyelesaian pembayaran bisa dilakukan dengan baik," tutur dia.
Budi melanjutkan, selain akan mempengaruhi pinjaman, penyelesaian masalah lingkungan juga menjadi syarat penerbitan status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), setelah masa status Kontrak Karya (KK) Freeport Indonesia habis pada 2021.
"Lagipula IUPK juga butuh itu, KLHK harus selesaikan itu lampiran IUPK, bank bank ini rasa nyaman kalau IUPK dan lampiran isu lingkungan selesai," kata dia.
Advertisement