Liputan6.com, Jakarta - Mantan anggota Komisi I DPR RI, Fayakhun Andriadi menyebut proyek pengadaan alat satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) diklaim milik Komisi XI DPR. Hal itu disampaikannya saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa atas kasus dugaan menerima suap terkait pengadaan alat satelit monitoring Bakamla, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Mantan Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Golkar Provinsi DKI Jakarta itu menjelaskan adanya klaim oleh Komisi XI terjadi saat rapat badan anggaran. Hal tersebut diperkuat saat Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi memperlihatkan video rapat banggar yang tidak dikatakan sumber video tersebut.
Advertisement
"Habsyi kemudian bilang Kun teman-teman Komisi XI solid untuk bantu Bakamla. Dia tunjukin film (video) isinya itu bahas masalah keamanan di laut pencurian ikan trafficking, tapi aneh itu harusnya diucapkan Komisi I justru Komisi XI yang bicara," kata Fayakhun yang juga anggota Banggar, Rabu 17 Oktober 2018.
Beberapa hari setelah pelaksanaan rapat Banggar, Fayakhun dipanggil Ketua Komisi I DPR, Abdul Haris Al Anshori. Setibanya di ruang Haris, sudah ada dua anggota Komisi XI, Donny Imam Priambodo dari Fraksi NasDem dan Bertu Merlas dari Fraksi PKB.
Di hadapan dua anggota Komisi XI DPR itu, Haris menjelaskan kepada Fayakhun klaim komisi yang bermitra dengan sektor keuangan seperti Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan itu sebagai kompensasi persetujuan Undang-Undang Tax Amnesty.
"Saya kemudian dipanggil Ketua Komisi Pak Abdul Haris, 'Kun sorry nih ganggu makan siangnya, ini 2 kawan kita dari Komisi XI datang ke saya mengatakan bahwa proyek di Bakamla itu milik mereka karena itu adalah hadiah kompensasi atas persetujuan Komisi XI atas Undang-Undang Tax Amnesty'," ujar Fayakhun.
Pertemuan di Grand Mahakam
Mantan Anggota Komisi I DPR, Fayakhun Andriadi mengaku diperkenalkan ke keluarga Joko Widodo oleh Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi guna melobi Komisi I DPR terkait proyek pengadaan alat satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Politikus Golkar itu menjelaskan, perkenalannya dengan keluarga Jokowi terjadi saat Habsyi mendesaknya bertemu. Permintaan Habsyi untuk bertemu dikabulkan Fayakhun di Hotel Grand Mahakam.
Dia menjelaskan, setibanya di lokasi tempat bertemu, Habsyi sudah duduk bersama tiga orang yang kemudian dikenalkan Habsyi sebagai keluarga Jokowi.
"Saya duduk kemudian dikenalkan ini Kun kita harus bantu Bakamla untuk menjadi besar karena ada di laut dan kita dibantu kekuasaan untuk itu. Kemudian dikenalkan tiga orang katanya dari keluarga Solo, omnya Pak Jokowi, adik Pak Jokowi, dan paman Pak Jokowi," ujar Fayakhun.
"Kamu jangan ragu sama kita kita, ini sudah perhatian kita semua," imbuhnya menirukan pernyataan Habsyi.
Namun, keberadaan Habsyi tidak diketahui oleh KPK sejak 2017.
Fayakhun Andriadi didakwa menerima suap USD 911.480,00 terkait pengadaan alat satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Ia diduga mengupayakan agar ada penambahan alokasi anggaran untuk Bakamla pada APBN Perubahan tahun 2016.
Dari pengadaan proyek tersebut, Fayakhun mematok jatah untuknya sebesar tujuh persen dari nilai proyek sebesar Rp 850 miliar. Fayakhun kemudian meminta anak buah Fahmi Darmawansyah, pemilik PT Merial Esa atau Melati Technofo pemenang proyek pengadaan alat satmon, bernama M Adami Okta merealisasi satu persen terlebih dahulu.
Realisasi 1 persen pun dilakukan Fahmi beberapa tahap sehingga mencapai USD 911.480,00.
Atas perbuatannya Fayakhun didakwa telah melanggar Pasal 12 a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1990 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement