Liputan6.com, Lamongan - Masalah obesitas merupakan masalah yang sering diabaikan. Padahal, penderita obesitas ini rentan mengidap sejumlah penyakit lantaran kinerja tubuh yang kurang maksimal akibat timbunan lemak yang berlebihan.
Abainya masyarakat terhadap keseimbangan gizi yang menyebabkan obesitas ini terlihat tidak hanya pada orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Apalagi, saat ini banyak makanan enak yang tidak sehat. Tentu menjadi incaran anak-anak.
Baca Juga
Advertisement
Dampaknya, sejumlah anak divonis menderita obesitas, ada yang masih ringan hingga berat. Seperti tiga bocah ini, mereka mengalami obesitas kelas berat. Tubuhnya super tambun sehingga mengganggu aktivitas mereka.
Gadis 15 Tahun Berbobot 179,3 Kg Asal LamonganGadis 15 tahun, warga Desa Cangkring, Kecamatan Bluluk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, memiliki tubuh yang super tambun. Dia bernama Silvia Dwi Susanti.
Dia memiliki berat badan 179,3 kg. Silvi pun dirujuk ke Rumah Sakit Soegiri Lamongan karena dinilai mengalami obesitas berlebih.
Salah satu dokter Puskesmas Blukuk, Fauziah, mengatakan kondisi Silvia secara umum normal, namun karena bobot badannya mencapai 179,3 kg membuatnya kadang susah bernapas dan mengalami gangguan pernapasan.
"Secara umum sehat, dan tidak mengalami gangguan jantung, hanya sedikit mengalami gangguan pernapasan, sebab berat badan mencapai 179,3 kg dengan tinggi 145 diameter 165," katanya, Selasa (16/10/2018).
Menurut Fauziah, gadis obesitas itu harus mendapatkan perawatan lanjutan di laboratorium RS Soegiri Lamongan, agar berat badannya tidak terus berlebih, serta perlu dilakukan perawatan rutin untuk pemulihan psikologinya.
Camat Bluluk, Syam Teguh Wahono, saat dimintai dikonfirmasi di Lamongan, mengatakan dirujuknya Silvia ke RS Soegiri berdasarkan hasil pemeriksaan sementara dokter yang menyarankan untuk membawa gadis itu ke rumah sakit milik pemerintah daerah setempat.
"Alhamdulillah, dirujuknya Silvia ke RS Soegiri berkat dorongan teman-teman Muspika dan dokter untuk penanganan lanjutan, sebab beratnya sudah melebihi batas normal," kata Syam kepada wartawan.
Syam Teguh Wahono mengatakan tim kecamatan bekerja sama dengan Puskesmas siap memfasilitasi Silvia sampai dilakukan pemeriksaan lanjutan oleh tim dokter Pemkab Lamongan.
"Kami tim kecamatan telah melihat kondisi Silvia dan masih sehat, namun karena tekanan psikologis membuatnya merasa terpencil dan tidak mau sekolah. Dan diharapkan dengan penanganan tim RS Soegiri bisa segera pulih," katanya.
Silvia mengalami obesitas sejak kelas IV SD. Karena kesulitan berjalan, Silvia menjadi malu dengan teman-temannya, sehingga terpaksa putus sekolah sejak lima tahun lalu.
Perjuangan Arya, Bocah Karawang Lepas dari Obesitas
Dua tahun lalu, publik sempat dihebohkan dengan sosok bocah bernama Arya Permana. Bocah asal Karawang yang saat itu berusia 10 tahun mengalami obesitas dengan bobot tubuh mencapai 192 kilogram. Seharusnya, berat ideal anak berusia 10 tahun maksimal adalah 50 kilogram.
Berbagai upaya pun dilakukan keluarga dan banyak pihak untuk menurunkan berat badan bocah SD itu, termasuk tim dari RSCM Salemba.
Arya pun sempat dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Kota Bandung, Jawa Barat lantaran tak dapat menggerakkan beberapa anggota tubuh lantaran menderita kelebihan berat badan atau obesitas.
Ada 13 dokter yang menangani Arya di RSHS. Arya harus melakukan diet ketat dan aktivitas ringan sebagai pengganti olahraga karena tubuh Arya masih sulit bergerak.
Menu khusus disiapkan pihak rumah sakit, dengan menu pembatasan karbohidrat serta sarat serat. Gula yang dikonsumsi pun harus gula rendah kalori, sementara minyak yang dipakai adalah minyak tak jenuh, seperti minyak jagung.
Sudah dua tahun Arya diet keras. Hasilnya cukup menggembirakan, Arya mampu menurunkan berat badannya 83 kg.
Arya Permana, bocah yang sempat memiliki bobot 192 kg kini tampak lebih langsing, setelah berat badannya susut hingga 109 kg.
Advertisement
Bocah Asal Palembang, Sempat Koma karena Obesitas
Seumuran dengan Arya, bocah asal Palembang bernama Rizki Rahmat Ramadhan juga mengalami obesitas. Meski tidak seberat Arya, bocah berbobot 119 kg ini mengalami kasus yang lebih rumit. Dia sempat mengalami koma karena kurangnya suplai oksigen ke otak.
Rizki didiagnosis menderita Obstructive Sleep Apnoea (OSA). Sindrom ini diakibatkan adanya penumpukan lemak di saluran pernapasan. Ciri-cirinya adalah sering mengorok untuk kondisi tubuh yang gemuk. Selain itu, ada juga benjolan amandel yang semakin mempersempit jalannya pernapasan Rizki.
Dokter yang merawat Rizki pun berupaya agar dia bisa menurunkan berat badannya dengan cepat. Rizki harus melakukan diet keras selama di rumah sakit. Alhasil, dalam 11 hari, Rizki bisa menurunkan bobotnya menjadi 98 kg.
Yulius Azhar, dokter spesialis anak dan Tim Dokter Penanggung Jawab (DPJB) pasien Rizki di RSMH Palembang, asupan nutrisi dan pola diet yang terus dipantau membuat berat badan Rizki menurun drastis.
Menurut Yulius, program diet yang dilakukan secara bertahap, yaitu dengan memberikan asupan dengan kadar kalori 2.100 kal. Selain itu, efek obat hipertensi juga membuat Rizki sering buang air kecil. Alhasil, cairan dan lemak di tubuhnya berangsur menurun.
Satu bulan berada di rumah sakit membuat Rizki jadi rindu akan sekolah dan aktivitas bersama teman-temannya. Karena dampak dari obesitasnya, Rizki akhirnya merasa jera untuk mengonsumsi makanan berlemak dengan kadar yang berlebih.
"Tidak mau lagi makan yang seperti dulu, sudah kapok bertubuh gemuk. Ingin kurus lagi, ingin sekolah juga, bertemu teman-teman," ujar bocah obesitas Palembang tersebut.
Simak video pilihan berikut ini: