Liputan6.com, Tokyo - Kehadiran bunga sakura di negara asalnya, Jepang, bak sebuah isyarat: datangnya musim semi dan waktu bagi para pekerja kantoran untuk rehat sejenak.
Biasanya, mereka menikmati hidangan bersama keluarga, menyingkirkan semua beban, dan merenungkan kehidupan yang sifatnya sementara di bawah naungan rimbunnya bunga berwarna merah muda.
Namun, kali ini, sakura datang lebih awal di Jepang. Bunga itu merekah di bulan Oktober. Di musim gugur.
Baca Juga
Advertisement
Penduduk Jepang, dari sejumlah titik di Negeri Matahari Terbit melaporkan bahwa bunga sakura mekar lebih dini, beberapa bulan lebih cepat dari yang seharusnya.
Situs web Weathernews mengaku telah menerima lebih dari 350 laporan tentang bunga sakura yang mekar prematur, dimulai di Pulau Kyushu hingga di seluruh utara Hokkaido.
Para ahli menjelaskan, prematurnya bunga sakura kemungkinan disebabkan oleh cuaca ekstrem yang menyelimuti Jepang dalam beberapa minggu terakhir, termasuk dua topan yang berembus amat kuat.
Hiroyuki Wada, seorang ahli pohon dari Flower Association of Japan mengatakan, badai telah melucuti dedaunan dari pohon sakura. Sedangkan, salah satu tujuan dari pohon menggugurkan daunnya adalah melepaskan hormon yang mencegah tunas berbunga lebih dini.
Wada menyampaikan kepada media lokal, NHK, bahwa cuaca yang begitu hangat --seiring dengan datangnya topan-- mungkin telah "menipu" pohon-pohon sakura agar berbunga.
"Ini pernah terjadi di masa lalu, tetapi saya tidak ingat apakah skalanya sama atau berbeda," ucap Wada, seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (17/10/2018).
Wada pun menambahkan, pohon yang sudah berbunga tidak akan mekar untuk kedua kalinya, meski seharusnya seluruh pohon sakura di Jepang berbunga pada Maret dan April tahun depan.
"Tunas yang sekarang sudah terbuka, maka tidak akan berbunga di musim semi mendatang," kata Wada.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Pepohonan di Australia Berbunga Saat Musim Gugur
Sementara itu, setiap bulan April, belahan Bumi selatan mengalami musim gugur. Kendati demikian, untuk tahun ini, suhu panas justru menerpa sebagian besar New South Wales, Australia.
Selama Maret akhir hingga awal April 2018, rekor baru hari terpanas di Kota Sydney telah ditetapkan. Biro Meteorologi mencatat daerah Dubbo dengan suhu di atas 30 derajat.
Seperti dikutip dari Australia Plus, Minggu 15 April, Sydney juga mengalami cuaca panas terlama untuk bulan April: sembilan hari berturut-turut mencapai 25 derajat Celsius atau lebih.
Suhu di daerah Observatory Hill pada hari Senin, 14 April, adalah 35,4 derajat Celsius bila dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya 34,2 derajat Celsius. Menurut pakar meteorologi, perbedaan satu derajat sudah cukup signifikan.
Pada Kamis 12 April, suhu di pusat kota tercatat 33 derajat Celsius dan 34 derajat Celsius di wilayah barat Australia.
Suhu yang panas pada bulan itu membuat aktivitas pantai lebih bergairah. Namun ada efek lain yang patut digarisbawahi, yakni pepohonan yang "kebingungan", hewan menjadi lamban dan ancaman kebakaran hutan.
Dikira Musim Semi
Pepohonan jenis crepe myrtles, pohon pir Manchuria, bugenvil, magnolia dan frangipanis saat itu seharusnya menggugurkan daun-daunnya. Akan tetapi Tim Pickles, seorang petani di Campbelltown, melihat pohon-pohon tersebut berbunga kembali akibat turunnya hujan.
"Pepohonan itu sangat kebingungan. Mereka mengira musim semi datang kembali," ujarnya.
Tak hanya itu, tanaman musim dingin juga mengalami masalah.
"Saya menanam bibit kubis dan brokoli, yang cenderung tumbuh subur dalam cuaca dingin," kata Tim. "Sayuran musim dingin tidak akan tumbuh dan hanya 'ngambek' sampai suhu membaik."
Dia menambahkan, penjualan buah mangga, di satu sisi, mengalami lonjakan. Begitu pula pohon-pohon tropis lainnya di wilayah tersebut.
"Kami menjual panen 100 pohon mangga per tahun di Campbelltown, Australia!" pungkasnya.
Advertisement