Pesantren Jadi Magnet Capres-Cawapres, Larangan Kampanye Dinilai Tak Relevan

Menurut Dimas, Pesantren tidak bisa hanya dipandang sebagai lembaga pendidikan semata, namun juga sebuah institusi sosial dan budaya.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 18 Okt 2018, 15:56 WIB
Cawapres nomor urut 1 Ma'ruf Amin didampingi istri, Wuri Estu Handayani mengangkat jari telunjuk saat menghadiri deklarasi dukungan dari Perempuan Indonesia untuk Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin (P-IJMA) di Jakarta, Sabtu (22/9). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menilai tak masalah sekolah dan pesantren menjadi tempat kampanye. Asal, penyelenggaraannya tak menggunakan anggaran daerah dan mengajak aparatur sipil negara (ASN).

Sementara KPU menilai Pesantren tersamsuk tempat yang dilarang menjadi lokasi kampanye karena termasuk institusi pendidikan. Aturan yang melarang itu tercantum dalam dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) Pasal 28O ayat 1 yang berbunyi: "Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: (h). menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Terkait hal itu, Pengamat politik Dimas Okky Nugroho menilai KPU harus membuat ketegorisasi mana yang termasuk dalam kegiatan kampanye, dan silaturahmi. Dia memandang, para kandidat tidak masalah bersafari ke ponpes asalkan tidak memenuhi unsur berkampanye seperti menyampaikan visi-misi atau ajakan memilih.

"Kalau silaturahmi, mengikuti acara maulid dan sekedar diskusi dengan kiai dan para santri tidak masalah. Dan sejauh ini tidak ada pelanggaran itu," ucap Dimas saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (18/10/2018).

Menurut Dimas, pesantren tidak bisa hanya dipandang sebagai lembaga pendidikan semata, namun juga sebuah institusi sosial dan budaya yang wajar bila menjadi target kunjungan capres-cawapres.

"Kedatangan capres-cawapres ke pesantren tidak harus diartikan kampanye, itu bisa menjadi bagian silaturahmi. Karena pesantren ini locus sosial-budaya. Ada institusi budaya dan sosial dalam sebuah pesantren," ucap pengamat Akar Rumput Strategic and Consulting (ARSC) itu. 

Dia menilai sejauh ini, kegiatan capres-cawapres yang mengunjungi pesantren, seperi cawapres nomor 01 KH Ma'ruf Amin, yang mengunjungi Pesantren Ali Maksum dan Pondok Pesantren Al Munawwir di Yogyakarta dan Sandiaga Uno ke Ponpes Nurul Jadid Probolinggo tidak melakukan unsur kampanye.

"Pantauan saya tidak ada unsur ajakan untuk memilih, hanya melakukan silaturahmi, bertemu Kiai-Kiai sebagai pimpinan Pesantren dan berdiskusi pada persoalan bangsa," ucap dia.

Dia pun memandang pesantren tidak bisa dibandingkan dengan institusi pendidikan yang ada. Walau menjadi tempat pendidikan, namun para santri menjalani aktivitas sehari-hari di lingkungan yang sama.

"Berbeda dengan lembaga pendidikan umum yang hanya sebatas tempat belajar formal. Santri hidup dan menjalani aktivitas 24 jam nya di pesantren, mereka pun punya hak untuk mendapatkan pendidikan politik," ucap dia. 

Terkait adanya aturan di sejumlah kampus yang melarang kedatangan capres dan cawapres, Dimas menilai aturan tersebut semestinya tidak lagi diberlakukan. Menurut dia, kampus harusnya justru memfasilitasi para capres dan cawapres untuk menyampaikan gagasan politik, atau visi dan misinya di Pilpres 2019.

"Mahasiswa saya rasa sudah mempunyai kemampuan filterisasi, mana capres yang paling mampu membawa program nyata dibanding janji-janji semata. ini juga menjadi kesempatan kampus memberi pendidikan poilitik, ketimbang mahasiswa mengetahu dari sumber hoax," ucap dia.

 


Disayangkan Kubu Jokowi

Juru Bicara Koalisi Indonesia Kerja pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin, TB Ace Hasan Syadzily menjelaskan mengapa cawapres Ma'ruf Amin tetap mengunjungi pondok pesantren saat masa kampanye. Kedatangan Ma'ruf ke pesantren adalah sebagai kiai bukan untuk kampanye.

Hal itu menanggapi aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di mana pesantren sebagai lembaga pendidikan merupakan tempat terlarang untuk berkampanye. Ace sependapat dengan aturan tersebut, tetapi harus dibedakan bagaimana kegiatan Ma'ruf di pesantren.

Kedatangan dia dinilai sebagai bentuk pelanggaran ya kita harus bedakan. Kalau hak beliau adalah berasal dari pesantren ya masa orang pesantren enggak boleh datang ke pesantren," kata Ace saat konferensi pers di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/10).

Pelarangan itu berlaku jika selama di pesantren melakukan kampanye. Ace menjelaskan yang masuk unsur kampanye adalah citra diri, proses mengajak untuk memilih, dan penyampaian visi misi.

"Yang terpenting sebetulnya adalah bahwa ketika dia mendatangi pesantren dan bersilaturahmi dengan kiai, oleh santri, tidak ada unsur kampanye," jelas politisi Golkar itu.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya