Soal Dana Saksi, Pengamat: Lebih Baik Bikin Rumah untuk Korban Bencana

APBN diperkirakan harus mengeluarkan Rp 10 triliun untuk membayar dana saksi.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 18 Okt 2018, 20:52 WIB
Pengamat Politik, Ray Rangkuti memberikan pandangan saat menjadi pembicara dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (18/11). Diskusi itu membahas mengenai membangun pertahanan modern, profesionalisme milter dan rotasi panglima TNI. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menolak usulan Komisi II DPR terkait dana saksi kampanye diambil dari APBN. Menurut dia, daripada pemerintah menggelontorkan dana untuk dana saksi, lebih baik membangun rumah untuk korban bencana di NTB dan Sulawesi Tengah.

Ray berasumsi, permintaan dana untuk para saksi dalam pemilu bisa mencapai Rp 10 triliun, seperti permintaan pada tahun 2017. Menurut pengamat politik itu, uang Rp 10 triliun bisa digunakan untuk membangun 80 ribu rumah untuk korban bencana di NTB dan Sulawesi Tengah.

"Rp 10 triliun itu dalam dua kali putaran (Pemilu). Rp 10 triliun itu jika dihitung-hitung bisa membangun 80 ribu rumah untuk 80 ribu jiwa," ujar dia di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta Pusat, Kamis (18/10/2018).

Ray menilai janggal usulan Komisi II DPR soal dana kampanye dengan alasan untuk keadilan pemilu tanpa melihat sila kelima dalam Pancasila, yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

"Ibaratnya, 80 ribu orang kita biarkan tidak punya tempat tinggal demi membiayai saksi," kata dia.

Lagipula, menurut Ray, keberadaan saksi dalam Pemilu bukan suatu kewajiban. Adanya saksi dalam sebuah Tempat Pemungutan Suara (TPS) lantaran asas yang dipakai partai politik (parpol) adalah asas saling curiga antara satu dengan yang lainnya.

Menurut Ray, partai satu dengan partai lainnya tidak saling percaya, calon legislatif (caleg) satu dengan yang lainnya saling curiga. Bahkan, partai politik tak percaya dengan Bawaslu dan KPU, sehingga dibentuk Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPK).

"Lama kelamaan mungkin akan dibentuk Komite Etik Pemilu. Di negara lain tak ada saksi dalam TPS di Pemilu. Ada atau tidak ada saksi tidak mempengaruhi proses demokrasi," kata dia.

 


Tak Ada Kewajiban

Hal serupa juga disampaikan Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jerry sumampouw. Jerry menegaskan untuk menolak dana saksi dibiayai APBN.

"Kita harus memahami, saksi bukan keharusan. Jadi enggak ada kewajiban negara untuk mebiayai dana saksi. Itu sebenarnya kewajiban peserta Pemilu. Peserta pemilu kita ini manja. Pemanjaan ini tidak akan mendorong efektifitas yang tinggi jika mereka sudah ada di parlemen nanti," kata Jerry.

Menurut Jerry, tidak semua partai politik memiliki caleg di setiap daerah. Partai politik yang tak memiliki caleg di suatu daerah sudah pasti tak akan mengirimkan saksi. Jerry mengatakan, hal tersebut juga yang tidak dipikirkan oleh Komisi II DPR.

"Kami berharap pemerintah tak mengabulkan usulan komisi II tersebut. Lagipula tidak semua fraksi setuju. Yang saya tahu PDIP dan Nasdem menolak itu. Golkar masih setengah-setengah," kata Jerry.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya