Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali membuat publik geregetan. Kali ini para wakil rakyat itu mengusulkan agar anggaran dana saksi yang selama ini menjadi tanggungan partai politik, dibebankan ke APBN 2019.
Tak tanggung-tanggung angka yang diajukan DPR untuk dana saksi di Pemilu 2019 mencapai Rp 3,9 triliun.
Advertisement
Ketua Komisi II Zainudin Amali dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan, dana saksi diajukan DPR untuk memenuhi saksi pemilu pada setiap TPS di Pemilu 2019.
"Komisi II DPR mengusulkan dana saksi Pemilu 2019 ditetapkan dalam APBN 2019," kata Zainudin Amali di sela rapat, Selasa 16 Oktober 2018.
Amali berkilah tidak semua partai memiliki anggaran cukup untuk menyewa saksi di Pemilu 2019. Hal itu, kata dia, terlihat dari pilkada beberapa waktu lalu.
"Kita mau ada persamaan, ada kesetaraan, ada keadilan, maka kita minta negara membiayai itu, sehingga semua parpol mewakilkan saksinya, mau partai besar, atau kecil, semua ada saksinya," ujar Amali.
Politikus Partai Golkar ini berdalih usulan tersebut untuk mengurangi tindakan menghalalkan segala cara dalam memenuhi biaya saksi. Namun, dia menyerahkan sepenuhnya keputusan akhir terkait usulan itu ke pemerintah.
"Kita serahkan ke pemerintah, kita enggak tahu berapa, kita mengusulkan saja. Kalau tidak disetujui berarti partai yang mampu dan tidak mampu, payung hukumnya ada UU APBN," ucap Amali.
Dia yakin alokasi dana tersebut tidak akan membebani negara. Dia menegaskan dana tersebut nantinya tidak akan dikelola langsung oleh partai politik.
Amali mengatakan pihak yang paling cocok mengelola dana jika nanti usulan dikabulkan pemerintah bukan partai politik, melainkan lembaga penyelenggara pemilu.
"Kan ini pengawas, dan kita enggak mau partai politik, tidak boleh masuk ke partai politik," tandasnya.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Azis Syamsudin membeber besaran dana saksi yang diajukan Komisi II DPR dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun 2019.
"Kalau saya lihat itu pengajuannya Rp 3,9 triliun. Tapi ini lagi dibahas di dalam Panja A. Nanti dalam panja A tentu kita lihat lagi dalam rapat kerja situasinya seperti apa," kata Azis di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/10/2018).
Ia sadar usulan pembiayaan dana saksi Pemilu dari APBN tersebut mendapat banyak kritikan. Lagi pula, lanjut dia, usulan pembiayaan dana saksi itu juga di luar dari yang diatur UU Pemilu.
"Tapi kan kita lagi meminta pandangan-pandangan fraksi yang secara informal kita terima pandangan-pandangan fraksi untuk dimasukkan ke dalam RUU APBN 2019 ini untuk menjadi topik pembahasan dan meminta pembahasan ini diakomodir dan disetujui dalam anggaran," ujarnya.
Reaksi pun langsung bermunculan terkait usulan ini. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menegaskan lembaganya enggan mengelola dana saksi partai politik di Pemilu 2019.
"Enggak. KPU urusannya sudah terlalu banyak. Itu juga akan jadi beban luar biasa," kata Arief.
Menurutnya, usulan dana saksi yang akan diserahkan pemerintah tidak sedikit. KPU, lanjut Arief juga tak ingin ikut campur dalam usulan ini
"Saya menghitung kalau dana saksi per saksi Rp 200 ribu ada Rp 2,5 triliun itu bukan hal yang mudah mengelola uang demikian besar dan mempertanggungjawabkannya," ujarnya.
"Kedua, kalau urusan anggaran kan KPU enggak berwenang. Mau diusulkan atau tidak saya pikir itu kewenangan ada pada Komisi II dan DPR selaku pemilik hak budgeting. Kalau KPU engga ikut-ikut. Mau ya atau tidak itu terserah," sambung Arief.
Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, anggaran dana saksi, pemerintah mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dimana, alokasi anggaran untuk pelatihan saksi sesuai amanat UU Pemilu dimasukkan dalam anggaran Bawaslu.
"Dalam UU Pemilu, dana saksi itu tidak dimasukkan. Jadi sesuai ketentuan UU Pemilu itu, dana saksi hanya untuk pelatihan," ungkapnya.
Askolani menjelaskan, pemerintah mengalokasikan Rp 16 triliun untuk 2018, dan Rp 24,8 untuk 2019 dalam mendukung pelaksanaan pemilu serentak 2019. Karena itu pemerintah akan menjalankan sesuai Undang-Undang.
"Tentunya untuk 2019 dan 2018 itu semua sesuai amanat UU Pemilu kita laksanakan untuk pelatihan saksi," ucap Askolani.
Parpol Sepakat 100 Persen
Usulan DPR agar dana saksi parpol dimasukkan dalam APBN 2019 mendapat sambutan positif dari parpol. Ketua Umum Partai Amanat Nasional PAN Zulkifli Hasan setuju jika dana saksi dibebankan ke Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019. Hal itu, perlu dilakukan untuk membuat pemilu menjadi berkualitas.
"Saya setuju 100 persen. Sekarang begini, kita partai politik tidak boleh cari uang. Ini habis poros partai kena OTT semua," kata Zulkifli Hasan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (18/10/2018).
Menurutnya, pembebanan ke APBN sangat penting untuk mencegah tindakan menghalalkan segala cara guna memenuhi dana saksi di Pemilu 2019. Pasalnya kasus semacam itu banyak terjadi di pemilu sebelumnya.
"Cari uang nggak boleh, cari ini nggak boleh, tapi kan saksi harus ada. Negara nggak mau nanggung. Akhirnya ada yang ketahuan ada yang enggak," ungkapnya.
"Yang ketahuan yang ketangkep, yang enggak ketahuan enggak ketangkep, kan enggak adil. Saya kira itu harus dibiayai negara, kan jelas ada orangnya, ada saksinya. Agar pemilu kita berkualitas, jujur, adil, transparan, terbuka, kan enak," ucap Zulkifli.
Politikus Partai Golkar Azis Syamsudin menyatakan, pihaknya akan memperjuangkan usulan dana saksi partai politik untuk Pemilu 2019 agar dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019. Sebab, kata dia, kebutuhan saksi penting bagi partai politik di Pemilu 2019.
"Kita lagi terus menjajaki jalan bagaimana caranya supaya dana saksi bisa dianggarkan sehingga semua parpol bisa melihat ini secara pelaksanaan di tiap-tiap TPS itu bisa terlaksana," ungkapnya.
Meskipun demikian, Azis mengakui Kementerian Keuangan telah menegaskan dana saksi Pemilu tidak termasuk yang dianggarkan Pemerintah di APBN 2019. Hal ini karena pembiayaan dana saksi tidak diatur dalam Undang undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Ya pemerintah berargurmen seperti itu. Sehingga posisi pemerintah berkeberatan," ucapnya.
Advertisement
Untuk Korban Gempa
Pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menolak usulan Komisi II DPR terkait dana saksi kampanye diambil dari APBN. Menurut dia, daripada pemerintah menggelontorkan dana untuk dana saksi, lebih baik membangun rumah untuk korban bencana di NTB dan Sulawesi Tengah.
Ray berasumsi, permintaan dana untuk para saksi dalam pemilu bisa mencapai Rp 10 triliun, seperti permintaan pada 2017. Menurut pengamat politik itu, uang Rp 10 triliun bisa digunakan untuk membangun 80 ribu rumah untuk korban bencana di NTB dan Sulawesi Tengah.
"Rp 10 triliun itu dalam dua kali putaran (Pemilu). Rp 10 triliun itu jika dihitung-hitung bisa membangun 80 ribu rumah untuk 80 ribu jiwa," ujar dia di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta Pusat, Kamis (18/10/2018).
Ray menilai janggal usulan Komisi II DPR soal dana kampanye dengan alasan untuk keadilan pemilu tanpa melihat sila kelima dalam Pancasila, yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
"Ibaratnya, 80 ribu orang kita biarkan tidak punya tempat tinggal demi membiayai saksi," kata dia.
Lagipula, menurut Ray, keberadaan saksi dalam Pemilu bukan suatu kewajiban. Adanya saksi dalam sebuah Tempat Pemungutan Suara (TPS) lantaran asas yang dipakai partai politik adalah asas saling curiga antara satu dengan yang lainnya.
Menurut Ray, partai satu dengan partai lainnya tidak saling percaya, calon legislatif (caleg) satu dengan yang lainnya saling curiga. Bahkan, partai politik tak percaya dengan Bawaslu dan KPU, sehingga dibentuk Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPK).
"Lama kelamaan mungkin akan dibentuk Komite Etik Pemilu. Di negara lain tak ada saksi dalam TPS di Pemilu. Ada atau tidak ada saksi tidak mempengaruhi proses demokrasi," kata dia.
Hal serupa juga disampaikan Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jerry sumampouw. Jerry menegaskan untuk menolak dana saksi dibiayai APBN.
"Kita harus memahami, saksi bukan keharusan. Jadi enggak ada kewajiban negara untuk membiayai dana saksi. Itu sebenarnya kewajiban peserta Pemilu. Peserta pemilu kita ini manja. Pemanjaan ini tidak akan mendorong efektifitas yang tinggi jika mereka sudah ada di parlemen nanti," kata Jerry.
Menurut Jerry, tidak semua partai politik memiliki caleg di setiap daerah. Partai politik yang tak memiliki caleg di suatu daerah sudah pasti tak akan mengirimkan saksi. Jerry mengatakan, hal tersebut juga yang tidak dipikirkan oleh Komisi II DPR.
"Kami berharap pemerintah tak mengabulkan usulan komisi II tersebut. Lagipula tidak semua fraksi setuju. Yang saya tahu PDIP dan Nasdem menolak itu. Golkar masih setengah-setengah," kata Jerry.
Di bagian lain, Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan, pihaknya menolak usulan agar saksi partai politik (parpol) dalam pemilu dibiayai melalui anggaran negara (APBN).
"KIPP menolak pembiayaan saksi parpol dari APBN," ujar Suminta, seperti dikutip dari Antara, Kamis (18/10/2018).
Dia menjelaskan, dalam Undang-undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu, tak ada aturan kewajiban negara membiayai saksi dari parpol. Yang ada, kata Suminta, diatur dalam pasal 351 saksi dilatih oleh Bawaslu.
"Jadi negara hanya memberi palatihan agar saksi parpol memiliki pemahaman tentang proses di TPS," tegas Suminta.
Reporter: Sania Mashabi
Saksikan video pilihan di bawah ini: