Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 atau disebut [UMP 2019](telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 sebesar 8,03 persen. "") sebesar 8,03 persen. Lantas berapa kenaikan upah minimum di Ibu Kota pada tahun depan?
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan, jika mengacu pada keputusan tersebut, UMP 2019 di Jakarta diperkirakan menjadi Rp 3.940.972. Angka tersebut naik Rp 292.937 dari UMP tahun ini yang sebesar Rp 3.648.035.
"Jika kita mengacu kenaikan UMP 2019 sebesar 8,03 persen maka besaran UMP 2019 DKI Jakarta akan mendekati angka Rp 4 juta atau sekitar Rp. 3.940.972," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Jumat (19/10/2018).
Baca Juga
Advertisement
Sedangkan untuk 2020, hampir bisa dipastikan upah minimum di Jakarta akan menembus angka Rp 4 juta. Menurut Sarman, hal ini harus menjadi perhatian para pengusaha agar bisa mempersiapkan keuangannya guna membayar gaji pekerjanya.
"Dan dipastikan UMP 2020 akan menembus angka Rp 4 juta lebih," lanjut dia.
Sementara bagi pekerja, lanjut Sarman, kenaikan baik di 2019 maupun 2020, sudah sangat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Terlebih untuk para pekerja yang masih belum menikah.
"Bagi seorang pekerja bujangan dan nol pengalaman, besaran ini sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya," ujar dia.
Pengusaha Tolak Usulan Buruh soal UMP 2019 Naik 25 Persen
Sebelumnya, pengusaha meminta serikat buruh untuk tidak menuntut kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2019 terlalu besar. Hal ini menanggapi tuntutan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang meminta pemerintah menaikkan UMP 2019 hingga 25 persen.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, kenaikan UMP sebesar 25 persen dinilai melebihi kemampuan pengusaha. Terlebih di dalam kondisi ekonomi seperti saat ini.
"Dalam penetapan UMP 2019 kami sangat berharap kepada Serikat Pekerja agar jangan menuntut terlalu berlebihan di luar kemampuan dunia usaha," ujar dia di Jakarta, Kamis 18 Oktober 2018.
Menurut dia, serikat buruh juga tidak bisa menuntut kenaikan upah seenaknya. Sebab, pemerintah telah mengeluarkan aturan terkait penetapan upah minimum setiap tahunnya melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
"PP Nomor 78 Tahun 2015 ini sebenarnya sudah sangat adil dan memberikan kepastian bagi pengusaha dan pekerja. Komitmen pengusaha jelas untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja setiap tahun melalui kenaikan UMP sesuai kemampuan yang dimiliki. Sedangkan bagi pekerja ada jaminan bahwa UMP akan naik setiap tahun," jelas dia.
Selain itu, lanjut Sarman, sebenarnya UMP 2019 diperuntukkan bagi para calon pekerja. Sedangkan pekerja yang sudah lama bekerja harusnya mendapatkan gaji di atas batas minimum tersebut.
"UMP ini sebenarnya titik beratnya kepada calon pekerja yang akan memasuki dunia kerja tahun depan. Karena UMP adalah jaring pengaman sosial yang diperuntukkan kepada orang yang baru pertama kerja, nol pengalaman dan masih bujangan sehingga pekerja yang yang baru memasuki dunia kerja tidak digaji di bawah kebutuhannya," tandas dia.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah menaikkan UMP 2019 sebesar 25 persen. Angka ini jauh di atas kenaikan yang telah ditetapkan sebesar 8,03 persen.
Presiden KSPI, Said Iqbal, menyatakan pihaknya menolak kenaikan upah minimum sebesar 8,03 persen sebagaimana yang disampaikan Menteri Ketenagakerjaan dalam surat edaran tertanggal 15 Oktober 2018.
Dia menuturkan, kenaikan upah minimum sebesar 8,03 persen akan membuat daya beli buruh jatuh. Hal ini karena kenaikan harga barang, antara lain beras, telur ayam, transportasi (BBM), listrik, hingga sewa rumah, kenaikannya lebih besar dari 8,03 persen.
Lebih lanjut dia menegaskan, idealnya kenaikan upah minimum pada 2019 adalah sebesar 20 hingga 25 persen. Kenaikan sebesar itu didasarkan pada hasil survei pasar kebutuhan hidup layak yang dilakukan FSPMI-KSPI di beberapa daerah.
"Kenaikan upah minimum sebesar 20-25 persen kami dapat berdasarkan survei pasar di berbagai daerah seperti Jakarta, Banten, Bekasi - Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Sumatera," ujar dia di Jakarta, Kamis 18 Oktober 2018.
Oleh karena itu, Said meminta agar kepala daerah mengabaikan surat edaran Menteri Ketenagakerjaan dan tidak menggunakan PP 78/2015 dalam menaikkan upah minimum.
"Sebab, acuan yang benar adalah menggunakan data survei Kebutuhan Hidup Layak sebagaimana yang diperintahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement