Liputan6.com, New Delhi - Kabut asap mulai menyelimuti New Delhi saat musim dingin semakin dekat. Sementara itu, penduduk ibu kota India itu sedang bersiap merayakan Diwali atau Dipavali. Ratusan ribu petasan akan dinyalakan dalam festival yang akan digelar awal bulan depan.
Aparat India, di mana 14 kotanya masuk daftar paling tercemar di dunia, telah berusaha membatasi penjualan petasan, yang kerap dinyalakan setiap malam perayaan Diwali.
Dikutip dari Asia One pada Jumat (19/10/2018), asap dari ledakan petasan, menurut otoritas meteorologi setempat, bisa memperkeruh kualitas udara yang telah buruk di New Delhi dan kota-kota satelitnya, di mana kabut akan bertahan selama berhari-hari karena kecepatan angin menurun saat cuaca lebih dingin.
Dijelaskan pula bahwa polusi udara akut itu disebabkan oleh pembakaran sampah tanaman, emisi kendaraan, dan gas industri.
Baca Juga
Advertisement
Pihak berwenang, kesulitan mengambil langkah dalam membatasi penggunaan petasan saat perayaan Diwali, yang merupakan salah satu festival paling penting bagi jutaan umat Hindu di India.
Pemerintah pun berinisiatif memberikan dana kepada Mahkamah Agung India, untuk melakukan penyelidikan hukum guna membatasi penjualan dan penggunaan kembang api.
"Tidak selalu mudah bagi pemerintah untuk masuk ke isu-isu sensitif seperti melarang kembang api di Diwali, tetapi hal itu kemungkinan berhasil jika pengadilan memutuskan untuk mengambil langkah hukum," kata seorang pejabat senior di pemerintahan nasionalis Hindu, yang menolak menyebutkan nama terkait kebijakan pemerintah.
Tahun lalu, Mahkamah Agung India melarang penjualan kembang api dan petasan di wilayah ibu kota dan sekitarnya, yang memiliki populasi sekitar 20 juta jiwa. Kendati demikian pihak pengadilan belum mengindikasikan pelarangan akan dikeluarkan sebelum Diwali, yang jatuh tahun ini pada 7 November.
Simak video pilihan berikut:
Hampir Setengah Permintaan Konsumsi Petasan Nasional
Sementara Diwali dirayakan di seluruh negeri, New Delhi menyedot hampir setengah dari permintaan pasar India untuk pasokan petasan dan kembang api.
Tahun lalu, kabut asap terjadi beberapa minggu setelah Diwali, sehingga Delhi terpaksa melakukan tindakan darurat seperti menutup sekolah dan melarang pembangunan.
Meskipun tingkat polusi meningkat, pemerintah Delhi dan Kementerian Lingkungan federal tidak meminta Mahkamah Agung untuk melarang penjualan kembang api secara penuh.
Dalam pernyataannya kepada Mahkamah Agung, Kementerian Lingkungan telah meminta diperkenalkannya petasan yang memancarkan bahan kimia yang kurang berbahaya.
Dengan menggunakan petasan baru, emisi beracun akan turun 30-40 persen, kata Rakesh Kumar, direktur Institut Penelitian Teknik Lingkungan Nasional yang dikelola negara.
"Tetapi industri petasan perlu maju untuk mengambil sampel dari prototipe dan formulasi kimia baru yang kami kembangkan," kata Kumar dalam sebuah wawancara.
Sivakasi, kota produsen petasan terbesar di India, menyumbang hampir 90 persen dari total pasokan petasan di Negeri Hindustan, yang bernilai 60 miliar rupee per tahun, atau sekitar Rp 2,4 triliun.
Setelah larangan Delhi tahun lalu, produksi turun hampir 40 persen, menghasilkan pendapatan lebih rendah dan kehilangan pekerjaan di hampir 80 pabrik petasan, yang mempekerjakan sekitar 300.000 orang.
Advertisement