KPK Susun 10 Program untuk Mencegah Suap dan Gratifikasi

Menurut KPK, jika perizinan, konsesi ataupun proyek didapatkan karena faktor suap, maka persaingan wajar tidak akan terwujud.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Okt 2018, 06:06 WIB
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah (Liputan6.com/Helmi Fitriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sudah menyusun 10 program pencegahan korupsi dalam bentuk pemberian suap dan gratifikasi dari sisi pemberi.

"KPK telah melakukan sejumlah inisiatif pencegahan terkait praktik suap untuk kepentingan korporasi dari sisi suplai, yaitu pemberi suap dan gratifikasi melalui 10 program pencegahan korupsi swasta," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Sabtu (20/10/2018).

Program pertama adalah penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengendalian Gratifikasi yang saat ini sedang berjalan di Kementerian Hukum dan HAM.

"Konsep RPP ini diusulkan oleh KPK dan disambut baik oleh Presiden dengan menerbitkan izin prakarsa agar dibahas lebih lanjut di Kemenkumham. RPP ini juga mengatur hubungan antara pihak swasta dengan pemerintah agar tidak melakukan pemberian gratifikasi pada pegawai negeri atau penyelenggara negara," tambah Febri seperti dikutip Antara.

Selain itu, menurut dia, di salah satu bank BUMN juga telah mulai mengatur secara internal, jika ada pihak swasta atau pihak luar memberikan gratifikasi kepada pegawai atau pejabat bank tersebut maka dimungkinkan pemutusan hubungan kerja sama.

Program kedua, membangun koalisi dan advokasi bersama di tingkat pusat dalam wadah Komite Advokasi Nasional (KAN) di sektor infrastruktur termasuk properti, minyak, gas dan tambang, kesehatan, pendidikan, kehutanan dan sektor pangan.

Ketiga, membangun Koalisi Advokasi Daerah di 34 provinsi untuk memperkuat jaringan advokasi dan koalisi di daerah.

Keempat, menerbitkan panduan pencegahan korupsi sektor swasta baik perusahaan besar dan Usaha Kecil Menengah (UKM).

Kelima, mensosialisasikan risiko hukum bagi perusahaan sebagai subjek hukum (legal person) dan tanggung jawab pidananya (corporate criminal liability), sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No 13 Tahun 2016.

Keenam, memberikan pemahaman dasar antikorupsi dengan sosialisasi di korporasi.

Ketujuh, menyusun panduan Indonesia melawan uang pelicin bersama lembaga Transparancy International Indonesia dan mensosialisasikannya.

Kedelapan, mendorong kemampuan pencegahan korupsi di internal perusahaan dengan memberikan sertifikasi dan pelatihan Ahli Pembangun Integritas di kalangan korporasi

Kesembilan, kampanye dan gerakan profit (profesional berintegritas) di kalangan bisnis untuk melawan korupsi di dunia bisnis.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 


Komitmen Semua Pihak

Kesepuluh, terus mendorong penegakan hukum pelanggaran pidana di korporasi sebagaimana diatur UU Tipikor sebagai upaya penjeraan.

"Namun, sekali lagi, komitmen dari pihak-pihak yang diminta berbuat sesuatu sangat penting. Kami percaya, bagi pelaku bisnis korupsi juga mengganggu berjalannya praktek bisnis yang sehat," ungkap Febri.

Jika perizinan, konsesi ataupun proyek didapatkan karena faktor suap, maka persaingan wajar tidak akan terwujud.

"Karena itu, KPK juga mengajak seluruh pelaku usaha untuk membuat standar yang kuat untuk tidak mengalokasikan uang yang akan diberikan kepada pejabat, baik berupa dana 'entertain' berlebihan, fasilitas khusus, ataupun dalam bentuk uang secara langsung," tegas Febri.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya