Liputan6.com, Jakarta - Botox (Botulinum toxin) atau racun botoks, disebut-sebut mengurangi peluang wanita mengalami orgasme. Alasannya, perawatan tersebut dianggap membuat para penggunanya sulit mengkomunikasikan kenikmatan saat berhubungan seks.
Benarkah demikian?
Advertisement
Seperti dikutip dari Daily Mail, Minggu (21/10/2018), para peneliti mengklaim telah menemukan bahwa mereka yang menjalani perawatan Botox untuk menghaluskan kerutan wajah cenderung tidak mencapai orgasme.
Menurut para peneliti, suntikan zat beracun itu melumpuhkan saraf, sehingga sulit untuk menghasilkan berbagai ekspresi wajah seperti orang pada umumnya.
Psikolog di Universitas Cardiff mengatakan telah menemukan hasil suntik Botox, yang ternyata bisa membuat wanita merasa lebih sulit untuk berkomunikasi dengan kekasih bahwa mereka menikmati seks.
Dr Michael Lewis, yang memimpin penelitian, menjelaskan bahwa kondisi tersebut sama seperti orang-orang yang merasa sulit mengekspresikan rasa senang luar biasa tanpa benar-benar tersenyum. Sehingga orang berjuang untuk mencapai orgasme tanpa kontrol penuh terhadap otot-otot di wajah mereka.
"Ekspresi wajah yang terkait dengan orgasme memanfaatkan otot yang sama yang ditargetkan dalam perawatan kosmetik tipikal botulinum toxin (sebutan lain untuk Botox)," papar Dr Michael Lewis.
Konsekuensi yang bisa diprediksi dari mereka yang menjalani perawatan Botox wajah adalah, wanita mungkin merasakan orgasme pada tingkat lebih rendah dan lebih sulit mencapai klimaks saat berhubungan seksual.
"Analisis dari penelitian kami menunjukkan bahwa itulah yang terjadi."
Saksikan juga video tentang Botox berikut ini:
Penelitian
Penelitian itu melibatkan 36 wanita, 24 di antaranya telah menjalani perawatan toksin botulinum. Mereka lalu melakukan tes pengukuran Female Sexual Function Index Orgasm Satisfaction Score, semacam tes kepuasan wanita dalam berhubungan seksual.
Mereka yang garis kerutannya disuntikkan Botox melaporkan penurunan yang signifikan dalam skor kepuasan mereka.
Menulis dalam jurnal Scientific Reports, Dr Lewis mengatakan: 'Pengurangan mobilitas otot-otot ini dapat mengganggu ekspresi dan umpan balik dari kegembiraan selama aktivitas seksual.'
Penelitian terkini memberikan dukungan untuk hipotesis ini, di mana peserta melaporkan bahwa setelah perawatan Botox merasa ada penurunan fungsi seksual: khususnya, orgasme lebih sulit dicapai dan kurang memuaskan.
"Hasilnya menunjukkan bahwa ekspresi wajah tidak terjadi hanya untuk mengomunikasikan kesenangan," imbuh Dr Lewis.
"Mereka merupakan bagian integral dari perasaan senang dan penting dalam proses mencapai orgasme. Ini menunjukkan peran penting untuk umpan balik wajah dalam hubungan seksual dan berpotensi memberikan dampak negatif yang signifikan dari perawatan Botox."
Advertisement