Liputan6.com, Jakarta - Alphabet (Google) akan menarik biaya Rp 600 ribu per perangkat (smartphone atau tablet) yang menggunakan OS Android miliknya.
Menurut seorang sumber yang dekat dengan masalah ini, upaya Google memungut bayaran atas Android ini dilakukan sehubungan dengan sanksi anti-kompetisi yang diterapkan oleh Uni Eropa kepada Google.
Mengutip laman Reuters, Senin (22/10/2018), tarif tersebut berlaku mulai 29 Oktober 2018.
Jadi, setiap smartphone atau tablet baru dengan OS Android yang baru dirilis di area Uni Eropa bakal dikenai biaya OS Android.
Baca Juga
Advertisement
Menurut sumber yang tak disebutkan namanya itu, sebenarnya tarif OS Android paling murah bisa saja sebesar US$ 2,5--setara Rp 38 ribuan atau lebih.
Namun, itu semua tergantung dari negara mana, jenis perangkat yang dirilis, dan tipe Android-nya.
Dia mengatakan, rata-rata, per perangkat diwajibkan untuk membayar sekitar US$ 20 atau setara Rp 300 ribuan.
Vendor smartphone juga dapat mengganti biaya yang berlaku untuk sekumpulan aplikasi milik Google yang terpasang di perangkatnya.
Termasuk di dalamnya ada aplikasi Google Play Store, Gmail, Google Maps, hingga aplikasi peramban Google Chrome.
Berdasarkan hal tersebut, Google juga akan memberikan sebagian pendapatan iklan yang dihasilkan melalui aplikasi peramban Chrome kepada vendor smartphone.
Laman The Verge, melaporkan besaran tarif itu berdasarkan sebuah dokumen rahasia.
Monopoli Google
Sebelumnya, Komisi Uni Eropa menganggap Google telah melakukan monopoli terkait dengan pengaplikasian Android.
Google dianggap telah memaksa vendor smartphone untuk menginstal aplikasi peramban Google Chrome jika ingin perangkatnya bisa menggunakan OS Android.
Bahkan, Google sempat diancam denda sebesar US$ 5 miliar jika masih meneruskan model bisnis tersebut.
Dengan model bisnis baru ini, kompetitor Google, yakni Microsoft bisa mendapatkan ruang untuk bermitra dengan vendor smartphone untuk membuat aplikasi pencarian ataupun peramban bagi smartphone.
Perusahaan kecil di bidang mesin pencari Prancis, Qwant, juga mengaku puas dengan keputusan Komisi Eropa yang memaksa Google untuk memberikan peluang bagi perusahaan lain untuk menawarkan pilihan layanan kepada konsumen.
Advertisement
Terancam Denda Rp 72 Triliun
Sebelumnya, Komisi Eropa menganggap Google melakukan monopoli. Persoalan ini dianggap cukup serius karena Komisi Eropa menilai sistem operasi Android merupakan cara ilegal perusahaan untuk mengukuhkan mesin pencari besutannya.
Karena itu, Komisi Eropa menyebut anak perusahaan Alphabet itu telah melakukan monopoli dan meminta perusahan melakukan perubahan model bisnis. Jika tidak dipenuhi, Google akan mendapat hukuman berupa denda mencapai lima persen dari rata-rata omset harian global,
Dikutip dari BBC, Kamis (19/7/2018), perkiraan denda yang harus dibayarkan Google mencapai 4,3 miliar euro (setara dengan Rp 72 triliun). Menurut Komisioner Kompetisi Margrethe Vestager, konsumen seharusnya memiliki pilihan dari perangkat yang dibelinya.
Seperti diketahui, Google kini mewajibkan OEM Android untuk menyertakan sejumlah aplikasi besutan perusahaan, termasuk Google Search dan Google Chrome. Langkah itu yang kini ditentang Komisi Eropa.
Vestager menilai ada tiga cara ilegal yang dilakukan Google dalam menjalankan bisnis Android. Pertama, manufaktur perangkat Android diharuskan memasang aplikasi Google Search dan browser Chrome sebagai syarat mendapatkan akses ke Play Store.
"Google juga membayar sejumlah manufaktur dan operator yang setuju memasang aplikasi Google Search secara eksklusif di perangkatnya," tuturnya.
Tak hanya itu, Google juga dianggap mencegah manufaktur menjual perangkat yang menjalankan versi Android alternatif. Caranya, perangkat mereka diancam tidak mendapatkan izin untuk menggunakan aplikasi Android.
Di sisi lain, Vestager sebenarnya mengetahui bahwa Android tidak melarang penggunanya mengunduh peramban alternatif atau memakai mesin pencari lain. Namun, hanya ada satu persen pengguna yang memilih mesin pencari lain dan 10 persen peramban alternatif.
"Begitu pengguna memilikinya (aplikasi Google Search dan Google Chrome) dan bekerja, akan sangat sedikit pengguna yang penasaran untuk mencari aplikasi atau peramban lain," tuturnya menjelaskan.
(Tin/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: