Hari Santri, Semua Sarungan di Garut

Buat pesantren sarung adalah budaya yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Peserta upacara mengenaka sarung pada perayaan Hari Santri di Garut.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 22 Okt 2018, 18:00 WIB
Regu santri pengibar bendera nampak menggunakan sarung pada HSN di Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Sarungan atau budaya menggunakan sarung memang identik dengan santri dan kiai, tak terkecuali untuk Hari Santri Nasional (HSN) yang jatuh hari ini, Ribuan santri, kiai, ajengan pimpinan pondok pesantren Garut, Jawa, nampak seragam, menggunakan sarung dalam pengibaran bendera sang saka merah putih, dalam perayaan HSN ke 3 mereka.

Didapuk menjadi ketua Pimpinan upacara ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Garut  KH Sirojul Munir, ribuan santri yang berasal dari pondok pesantren se-Kabupaten Garut, nampak khidmat menggunakan stelan bawahan sarung saat melaksanakan acara upacara tersebut.

“Bagi kalangan pesantren sarung adalah tradisi yang mesti kita pertahankan,” ujar Ketua LDNU kabupaten KH Lukmanul Hakim selepas upacara HSN-ke 3 di lapangan Otista Alun-alun Garut, Senin (22/10/2018).

Menurutnya, pelaksanaan upacara bendera pada HSN ini memang ada pengecualian. Para kiai sepuh dan ribuan santri yang biasa menggunakan budaya sarungan di pesantren, diberikan keleluasaan menggunakan stelan itu, meskipun dipadukan dengan stelan jas dan sepatu. Namun ciri khas sarung tetap melekat, hingga berlangsungnya acara sampai akhir.

Pemandangan serupa terlihat di pasukan pengibar bendera Merah Putih, belasan orang yang didapuk menjadi punggawa pembawa Merah Putih, nampak rapi menggunakan setelan baju hitam dan celana putih, plus lilitan satu kain songket menyerupai sarung melingkar di pinggang mereka.

Tak ketinggalan beberapa aparatur sipil negara di Pemda Garut pun tak ketinggalan menggunakan setelan serup. Bahkan seluruh pejabat setingkat kepala dinas yang mayoritas muslim, nampak seragam menggunakan stelan baju koko plus sarung dengan berbagai merk. 

Dalam amanatnya Ceng Munir sapaan akrab KH Sirojul Munir meminta agar seluruh santri bahu membahu mensukseskan pembangunan dan tetap menjaga NKRI sebagai amanat para kiai tempo dulu, saat resolusi jihad dibacakan KH Hasyim As’ary.

“Hukumnya wajib menyerahkan jiwa dan raga untuk membela tanah air dan mempertahankan negara kesatuan dan persatuan Indonesia,” ujar dia.

 

 


Atraksi Seni Budaya Pencak Silat

Pertunjukan atraksi seni pencak silat meriahkan hari santri nasional di Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Selain budaya sarungan, kebiasaan lain yang tidak bisa dilepaskan dari budaya dan adat pesantrenan yakni belajar bela diri pencak silat. Cabang olahraga beladiri warisan leluhur bangsa ini, seolah urat nadi yang mesti dimiliki santri dalam perjuangan mereka menyebarkan ajaran islam.

“Menang bagi santri sudah keharusan, apalagi bagi santri perempuan,” ujar Arini, salah satu anggota pencak silat Tapak Suci, pesantren Darul Arqam Garut.

Menggunakan seragam dan atribut laga berwarna merah kebanggaan mereka, dua regu pencak silat putra putri Tapak Suci terlihat lihai menjalankan pertarungan terbuka, baik ganda ataupun rempukan.

“Pencak silat bagi kami adalah keharusan sebagai bekal menyebarkan agama,”ujar dia bangga.

Dua kategori tarung pencak silat yakni ganda putra-putri dan rempugan ditampilkan dalam puncak acara HSN kabupaten Garut ini, cukup menghibur penonton, mereka mempertontonkan kemahirannya bertarung jurus pencak silat, baik menggunakan tangan kosong, termasuk menggunakan benda tajam yang membahayakan seperti pisau dan golok.

“Buat kami pementasan ini adalah sebuah kebanggan sekaligus penghormatan untuk memperingati HSN yang ke tiga,” ujar dia.

Setelah selesai upacara, Bupati Garut Rudy Gunawan yang menjadi peserta upacara duduk di tribun tenda terhormat bersama para ulama dan kiai sepuh pimpinan pondok pesantren se-Garut. Acara kemudian diakhiri dengan rama tamah dan jamuan makan di gedung Pendopo Garut .

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya