Penjelasan BPK soal Freeport Bikin Negara Rugi Rp 185 Triliun

PT Freeport Indonesia (PTFI) mengklaim telah melakukan perbaikan lingkungan atas kerusakan yang diakibatkan kegiatan pertambangan.

oleh Arthur Gideon diperbarui 22 Okt 2018, 17:06 WIB
Freeport Indonesia (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terus memantau perizinan peminjaman kawasan hutan dan perubahan ekosistem akibat limbah hasil operasional tambang yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia.

Auditor Utama KN IV BPK Laode Nusriadi mengatakan, hingga saat ini, kementerian terkait masih menindaklanjuti hasil dari temuan BPK tersebut. Namun begitu, temuannya telah diumumkan pada Maret 2018 lalu.

"Hal itu‎ yang terkait dengan perizinan pinjam kawasan hutan. Itu belum diselesaikan oleh Freeport. Freeport belum memiliki izin itu. Nah itu yang dipermasalahkan oleh BPK. Sampai sekarang dalam proses tindak lanjut oleh kementerian dan lembaga terkait. Iya KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)," ujar dia di Gedung BPK, Jakarta, Senin (22/10/2018).

Adanya proses divestasi saham Freeport kepada pemerintah, tidak otomatis menghapuskan kewajiban perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut untuk mengurus izin dan melakukan perbaikan pada pengelolaan limbahnya.

"(Setelah divestasi) Itu tanyakan ke pemerintah. Karena kan kita hanya monitor tindak lanjut BPK. Silakan nanti apakah itu bagian dari yang tadi disebut (divestasi) atau bukan ya silakan tanya," jelas dia.

Sementara itu, terkait kerugian negara sebesar Rp 185 triliun akibat kerusakan ekosistem oleh aktivitas yang dilakukan Freeport, Laode mengungkapkan jika BPK tidak pernah menyebut hal tersebut sebagai kerugian. Potensi kerusakan ekosistem ini bisa terhapus jika Freeport segera merespons temuan-temuan BPK.

"Enggak ada kata-kata BPK merugikan. Jadi ada perubahan ekosistem karena aktivitas dan pembuangan tailing. Salah satu rekomendasi BPK kan pemerintah agar membuat peraturan terkait dengan jasa lingkungan. Nah itu sekarang sedang digarap juga. Kalau sudah jadi baru jelas tindak lanjutnya. Jadi enggak ada istilah kerugian negara," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kata Freeport Indonesia

Tambang Grasberg PT Freeport Indonesia. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan bahwa PT Freeport Indonesia (PTFI) telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 185 triliun akibat pembuangan limbah.

Total kerugian tersebut terbagi dalam tiga wilayah terdampak, yaitu "Modified Ajkwa Deposition Area" (ModADA) dengan nilai ekosistem yang dikorbankan mencapai Rp 10,7 triliun, estuari (Rp 8,2 triliun), dan laut (Rp 166 triliun).

PT Freeport Indonesia (PTFI) mengklaim telah melakukan perbaikan lingkungan atas kerusakan yang diakibatkan kegiatan pertambangan.

Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama mengatakan, pada Oktober 2017, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan sanksi administratif kepada Freeport terkait aktivitas tertentu yang menurut instansi tersebut tidak tercermin dalam izin lingkungan perusahaan.

Pihak kementerian juga menyampaikan pada Freeport Indonesia bahwa kegiatan operasional tertentu tidak konsisten dengan faktor-faktor yang telah ditetapkan dalam studi perizinan lingkungan perusahaan serta pemantauan dan perbaikan tambahan.

"Tambahan yang perlu dilakukan terkait kualitas udara, drainase air, penanganan limbah tertentu, dan pengelolaan tailing (proses limbah mineral)," kata Riza, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Selasa (20/3/2018).

Freeport Indonesia pun yakin telah menyerahkan dokumen yang diperlukan untuk memperbaharui izin lingkungannya dan sedang dalam proses untuk menanggapi poin lainnya yang disampaikan Kementerian. Dampak lingkungan Freeport Indonesia telah didokumentasikan, dipantau, dan dikelola dengan sangat baik sesuai dengan analisis dampak lingkungan (amdal) peraturan yang berlaku.

Data pemantauan yang secara berkala dilaporkan kepada pemerintah, memperlihatkan lingkungan akan kembali pulih sebagaimana sebelumnya secara cepat setelah penambangan selesai. Setelah kegiatan penambangan, wilayah pengendapan tailing akan menjadi aset untuk masyarakat sekitar, karena dapat diubah menjadi lahan pertanian dan penggunaan berkelanjutan lainnya.

"Freeport Indonesia telah terlibat dalam proses pembaharuan izin lingkungannya melalui pengajuan dan pembahasan dengan kementerian, yang dimulai pada akhir 2014," tandas Riza.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya