Liputan6.com, Brasilia - Layanan berkirim pesan WhatsApp telah menjadi medan perang politik dalam pemilu paling terpolarisasi di Brasil, setidaknya sejak satu dasawarsa terakhir. Hal itu meningkatkan kekhawatiran akan mendistorsi perdebatan di luar mata publik.
Facebook --induk usaha WhatsApp-- telah menggembar-gemborkan upaya untuk menindak tegas informasi palsu dan hoaks menjelang putaran kedua pemilihan presiden pada 28 Oktober mendatang, antara Jair Bolsonaro dari pihak sayap kanan dan pesaingnya, Haddad Fernando.
Meski telah dijanjikan tindakan tegas, sebagaimana dikutip dari Channel News Asia pada Senin (22/10/2018), namun layanan WhatsApp di Negeri Samba terus dibanjiri dengan berita palsu, hoaks dan teori konspirasi.
Baca Juga
Advertisement
Haddad menuduh para pengusaha yang mendukung Bolsonaro, telah melakukan politik uang untuk membombardir pemilih dengan propaganda menyesatkan, yang disebutnya melanggar undang-undang pemilu.
WhatsApp memiliki lebih dari 120 juta pengguna di Brasil, negara dengan hampir penduduk hampir 210 juta jiwa, menyaingi jangkauan platform utama Facebook di sana.
Layanan olah pesan itu telah menjadi salah satu cara utama bagi masyarakat Brasil untuk tetap berkomunikasi dengan teman, kolega, dan keluarga.
Pemilu putaran pertama pada 7 Oktober lalu menggarisbawahi peran utama yang dimainkan media sosial dalam politik Brasil.
Bolsonaro, tujuh kali anggota Kongres Brasil yang berasal dari partai kecil, memiliki sedikit akses ke pendanaan kampanye publik atau iklan televisi. Namun, kampanye akar rumput dan kehadirannya yang sangat besar di media sosial membantunya memenangkan 46 persen suara.
Perusahaan Polling Datafolha menemukan bahwa dua pertiga pemilih Brasil menggunakan WhatsApp. Pendukung Bolsonaro lebih cenderung mengikuti berita politik melalui komunikasi langsung via layanan berbagai pesan itu.
WhatsApp memungkinkan kelompok-kelompok dari ratusan pengguna untuk bertukar teks, foto dan video di luar lingkup otoritas pemilihan, pemeriksa fakta independen atau bahkan platform itu sendiri.
Simak video pilihan berikut:
WhatsApp Telah Berusaha Mencegah
Banyak dari kabar palsu itu menggambarkan Haddad sebagai seorang komunis, di mana Partai Buruh yang mengusungnya akan mengubah Brasil seperti Kuba, membiarkan anak-anak menjadi homoseksualitas, dan berbagai tudingan miring lainnya.
Di lain pihak, beberapa oknum menyebarkan teori konspirasi bahwa penikaman terhadap Bolsonaro pada bulan lalu adalah rekaan terstruktur, yang membawanya keluar dari agenda debat presidensial, di mana diyakini akan kalah oleh Hadad.
WhatsApp telah mencoba untuk mencegah gelombang berita palsu itu dengan membatasi berapa banyak penerima pesan yang dapat diteruskan. Layanan ini juga telah menjalankan iklan publik tentang cara mendeteksi berita palsu, dan memblokir ratusan ribu akun selama kampanye.
Sementara itu, dalam perkembangan terbaru, Haddad menuduh Bolsonaro tidak hanya mendapat manfaat dari viralnya kabar palsu di WhatsApp, tetapi juga mendorong pendukungnya untuk membiayai pengiriman pesan massal.
Pada Kamis 18 Oktober, surat kabar Folha de Sao Paulo melaporkan pendukung Bolsonaro telah membayar perusahaan pemasaran digital hingga 12 juta real (setara Rp 49 miliar, dengan kurs Rp 4.089 per 1 real), di mana masing-masing untuk menyebarkan puluhan ribu pesan penyerangan.
Di lain pihak, Bolsonaro membantah tuduhan itu, dan menyerukan kepada pendukungnya untuk berhenti termakan oleh berita palsu.
Advertisement