Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Selasa pekan ini. Ketidakpastian di Eropa bikin dolar AS menguat.
Mengutip Bloomberg, Selasa (23/10/2018), rupiah dibuka di angka 15.196 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.187 per dolar AS. Menuju siang, rupiah terus tertekan hingga mencapai 15.212 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.196 per dolar AS hingga 15.212 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 12,23 persen.
Baca Juga
Advertisement
Pada perdagangan Selasa ini, dolar AS memang menguat akibat ketidakpastian pasar uang di Eropa. "Dolar AS menguat terhadap hampir semua mata uang kuat dunia didorong kembalinya ketidakpastian di pasar keuangan Eropa," kata Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail dikutip dari Antara.
Ia mengemukakan ketidakpastian di Eropa itu didorong oleh isu kenaikan defisit anggaran negara Italia serta kembali buntunya proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
Selain itu, lanjut dia, apresiasi dolar AS juga dipicu oleh prospek kenaikan tingkat suku bunga di Amerika Serikat (Fed Fund Rate/FFR). "Sentimen eksternal itu menekan rupiah terhadap dolar AS," katanya.
Ia menambahkan menjelang Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia hari ini (23/10) yang diperkirakan mempertahankan tingkat suku bunga BI 7-Day Repo Rate di 5,75 persen.
Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengharapkan pelaku pasar merespons positif kebijakan Bank Indonesia yang diperkirakan akan mempertahankan tingkat suku bunga.
"Suku bunga dipertahankan, diharapkan dapat menjadi sentimen positif pada rupiah," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Rupiah Melemah, Pemerintah Mesti Disiplin Kelola Anggaran
Nilai tukar rupiah masih melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan rupiah tembus 15.200 per dolar.Meski demikian, ekonomi Indonesia saat ini dinilai masih kuat.
Kondisi ekonomi Indonesia pada 2018 berbeda dengan 1998 meski nilai tukar rupiah cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Hal ini ditopang sistem keuangan Indonesia jauh lebih baik.
Hal itu disampaikan Ekonom Senior Raden Pardede saat dihubungi Liputan6.com, seperti ditulis Senin (22/10/2018).
"Kondisi seperti 1998 tidak akan terjadi. Punya keyakinan ekonomi kita jauh lebih baik. Mesin ekonomi dan sistem perbankan sudah jauh lebih baik," ujar Raden.
BACA JUGA
Raden menuturkan, kondisi sistem perbankan jauh lebih baik dilihat dari tata kelola perbankan dibandingkan pada 1998. "Pemilik dengan pengelola sudah terjadi pemisahan yang ketat,”"kata dia.
Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menurut Raden dalam mengawasi perbankan juga lebih baik. Ini ditunjukkan dari penyaluran kredit. "Bank tidak bisa salurkan kredit ke perusahaan sendiri. Dulu jantung tidak berfungsi dengan baik yaitu perbankannya," ujar dia.
Meski demikian, Raden mengingatkan agar pemerintah dan Bank Indonesia tetap waspada. Pemerintah dinilai harus disiplin dalam mengelola anggaran.
Seperti diketahui, berdasarkan referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) atau kurs tengah BI, pada 20 Oktober 2014 berada di posisi 12.041 per dolar AS atau menguat dari posisi 17 Oktober 2014 di kisaran 12.222.
Rupiah pun melemah 12,39 persen sepanjang tahun berjalan 2018. Nilai tukar rupiah sempat di posisi 13.542 per dolar AS pada 2 Januari 2018 ke posisi 15.221 per dolar AS pada 19 Oktober 2018. Rupiah sempat berada di level terendah di posisi 15.253 per dolar AS pada 11 Oktober 2018.
Sebelumnya, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Uno, Handi Risza Idris, menuturkan hal penting yang harus dilakukan pemerintah dalam menekan laju depresiasi rupiah dengan benahi kondisi ekonomi domestik.
Ia menuturkan, dengan perbaiki kualitas ekonomi dalam negeri, tentu Indonesia dapat lebih tahan ketika terjadi ketidakpastian ekonomi global.
"Stabilitas dipengaruhi beberapa faktor eksternal dan internal. Itu faktor eksternal itu tidak bisa kita kontrol, tapi harus dilihat PR internal yang harus dikerjakan dalam beberapa tahun," kata dia dalam diskusi pada Sabtu 20 Oktober 2018.
Beberapa kebijakan yang menurut dia dapat dijalankan oleh pemerintah di tengah depresiasi rupiah dengan perkuat ekspor serta ketahanan industri nasional. “Internal ada bauran kebijakan, ada hal diperbaiki tapi belum maksimal,” kata dia.
Jika ekspor Indonesia bagus, meski pun rupiah melemah tapi Indonesia tetap bisa mendapatkan keuntungan dari naiknya nilai ekspor.
"Contoh, ketika rupiah melemah harusnya dampaknya bisa kita ambil keuntungan, harusnya ekspor kita melonjak, karena produksi pakai rupiah tapi ekspor pakai dolar AS. Itu tidak terjadi tapi peningkatan impor jauh lebih tinggi,” kata dia.
Advertisement