Donald Trump: Balas Rusia, AS Akan Terus Menambah Senjata Nuklir

Donald Trump mengatakan bahwa Amerika Serikat akan menambah jumlah senjata nuklirnya sebagai respons atas tindakan serupa dari Rusia.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 23 Okt 2018, 16:32 WIB
Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump (AP/Nicholas Kamm)

Liputan6.com, Washington DC - Presiden Donald Trump mengatakan bahwa Amerika Serikat akan meningkatkan jumlah senjata nuklirnya--sebuah pernyataan yang dinilai akan membangkitkan kembali perlombaan persenjataan nuklir (nuclear arms race) antara AS dan Rusia.

"Sampai semua negara sadar atas apa yang mereka lakukan, kami (AS) akan menambahnya (senjata nuklir)," kata Trump, seperti dikutip dari CNN, Selasa (23/10/2018).

Pernyataan itu diungkapkan Trump usai dirinya mengumumkan akan menarik AS keluar dari perjanjian pengendalian nuklir dengan Rusia.

Trump, pada 20 Oktober, mengatakan bahwa AS "akan menghentikan perjanjian itu dan kami akan keluar," ujarnya merujuk pada Traktat Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) yang diteken AS dan Uni Soviet (negara pendahulu Rusia) pada 1987.

Traktat INF melarang peluncuran rudal jarak pendek hingga menengah berbasis darat (ground-based missile), dengan kisaran antara 500 dan 5.500 km. Perjanjian itu menjadikan kawasan Eropa steril dari silo atau fasilitas peluncur misil-misil nuklir selama lebih dari tiga dekade, sejak kesepakatan itu ditandatangani oleh Presiden Ronald Reagan dan Pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev pada 8 Desember 1987.

Donald Trump mengatakan bahwa Rusia telah "melanggar" Traktat INF dengan terus mengembangkan senjata nuklir. "Amerika Serikat tidak akan membiarkan Rusia lolos begitu saja (dari pelanggaran itu) sementara mereka terus mengembangkan senjata. Kami tidak akan membiarkannya," lanjut Trump pada 20 Oktober lalu.

Tentang pelanggaran Rusia yang dimaksud oleh Trump, dirinya merujuk pada laporan intelijen dan Kementerian Pertahanan AS yang menyebut bahwa Negeri Beruang Merah terus mengembangkan rudal nuklir jarak menengah.

Oleh karenanya, Trump merencanakan agar AS melakukan hal serupa, sambil berharap bahwa Rusia akan merespons dengan menghentikan proyek pengembangan rudal nuklirnya.

"Kami akan membuatnya (senjata nuklir) sampai mereka (Rusia) sadar. Dan ketika mereka sadar dan semua pihak mulai bertindak cerdas (dengan menghentikan pengembangan senjata nuklir), maka kami akan berhenti. Tak sekadar berhenti, kami akan menguranginya (senjata nuklir), yang mana saya sangat menyukainya," kata Trump pada Senin 22 Oktober 2018.

Menurut data Federation of American Scientists, Rusia memiliki sekitar 7.000 senjata nuklir, sementara Amerika Serikat memiliki sekitar 6.800.

Rusia membantah tuduhan AS dan menolak bahwa mereka telah melanggar Traktat INF. Menambahkan, sumber Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa rencana AS untuk mundur dari INF beserta segala tuduhan yang mereka lontarkan "dimotivasi oleh impian dunia unipolar, di mana mereka (AS) ingin menjadi satu-satunya negara kekuatan super global," seperti dikutip dari kantor berita Rusia RIA Novosti yang terafiliasi pemerintah.

Dalam kesempatan terpisah, mantan Pemimpin Uni Soviet sekaligus penandatangan traktat INF, Mikhail Gorbachev, juga mengkritik rencana Trump, dengan mengatakan bahwa hal itu akan membahayakan upaya pembatasan penggunaan senjata nuklir.

Gorbachev juga mempertanyakan laporan intelijen AS tentang keberadaan senjata nuklir Rusia, yang kemudian digunakan oleh Trump sebagai alasan untuk menarik Amerika keluar dari kesepakatan yang ia tandatangani itu.

 

Simak video pilihan berikut:


Menuntut China untuk Melakukan Pengendalian Nuklir

Uji coba rudal AS, Minuteman III (AP)

Sejumlah pengamat (salah satunya anggota Senat AS Bob Corker) menilai bahwa rencana Trump untuk menarik AS keluar dari Traktat INF adalah demi mendorong proses re-negosiasi perjanjian tersebut, supaya, Amerika bisa memasukkan China dalam kesepakatan pengendalian senjata nuklir yang baru --semacam Traktat INF antara tiga negara Rusia-AS-China.

Amerika memandang China melakukan peningkatan atas proyek pengembangan senjata nuklir mereka serta memperluas kehadiran militer dan alutsistanya di Pasifik barat, termasuk, Laut China Selatan.

Mengomentari soal peran Tiongkok, Trump pada 20 Oktober mengatakan, "Seharusnya Rusia dan China datang kepada kami dan mereka semua berkata, 'Mari kita benar-benar menjadi pintar dan jangan sampai kita mengembangkan senjata (rudal nuklir) itu.' Tetapi, Rusia tetap melakukannya (mengembangkan rudal) dan China melakukannya, sementara kami (tetap) mematuhi perjanjian, maka itu tidak dapat diterima," kata Trump, seperti dikutip dari CNN.

China bukan penandatangan Traktat INF. Oleh karenanya, memungkinkan Tiongkok untuk mengembangkan rudal jarak menengah tanpa pengekangan dari perjanjian nuklir serupa INF.

"Seharusnya China masuk juga (dalam INF)," kata Trump dalam komentar terbarunya pada 21 Oktober.

Pada tahun 2017, kepala Komando Pasifik AS, Laksamana Harry Harris, mengatakan kepada Kongres bahwa sekitar 95 persen dari kekuatan rudal China akan melanggar Traktat INF jika mereka adalah bagian dari perjanjian itu.

"Fakta ini sangat penting karena AS tidak memiliki kemampuan yang sebanding (untuk mengekang China) karena kepatuhan kami pada Perjanjian Intermediate Range Nuclear Forces (INF) hanya dengan Rusia," kata Harris dalam sebuah pernyataan kepada Komite Angkatan Bersenjata Senat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya