Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) mencatat Nilai tukar Rupiah (NTR) masih melemah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS).
Namun menurut Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara, depresiasi rupiah tersebut masih dalam volatilitas yang terjaga.
"Tekanan depresiasi rupiah pada September 2018 dan kemudian berlanjut pada Oktober 2018 sejalan dengan pergerakan mata uang negara," kata Mirza di Gedung BI, Jakarta, Selasa (23/10/2018).
Baca Juga
Advertisement
BI mencatat rupiah secara rata-rata melemah sebesar 2,07 persen hingga September 2018. Angka ini sedikit melemah pada Oktober 2018.
"Dengan perkembangan ini, maka secara year to date (ytd) sampai dengan 22 Oktober 2018, rupiah terdepresiasi 10,65 persen," ujar dia.
Depresiasi Rupiah, masih lebih rendah dari pelemahan yang terjadi di Brasil, India, Afrika Selatan, dan Turki.
Ke depan, Bank Indonesia terus mengambil langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamental. Ini dengan tetap menjaga berjalannya mekanisme pasar, didukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan.
"Kebijakan tersebut diarahkan untuk menjaga volatilitas rupiah serta kecukupan likuiditas di pasar sehingga tidak menimbulkan risiko terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," dia menandaskan.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Rupiah Kembali Melemah ke 15.212 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Selasa pekan ini. Ketidakpastian di Eropa bikin dolar AS menguat.
Mengutip Bloomberg, Selasa (23/10/2018), rupiah dibuka di angka 15.196 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.187 per dolar AS. Menuju siang, rupiah terus tertekan hingga mencapai 15.212 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.196 per dolar AS hingga 15.212 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 12,23 persen.
Baca Juga
Pada perdagangan Selasa ini, dolar AS memang menguat akibat ketidakpastian pasar uang di Eropa. "Dolar AS menguat terhadap hampir semua mata uang kuat dunia didorong kembalinya ketidakpastian di pasar keuangan Eropa," kata Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail dikutip dari Antara.
Ia mengemukakan ketidakpastian di Eropa itu didorong oleh isu kenaikan defisit anggaran negara Italia serta kembali buntunya proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
Selain itu, lanjut dia, apresiasi dolar AS juga dipicu oleh prospek kenaikan tingkat suku bunga di Amerika Serikat (Fed Fund Rate/FFR). "Sentimen eksternal itu menekan rupiah terhadap dolar AS," katanya.
Ia menambahkan menjelang Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia hari ini (23/10) yang diperkirakan mempertahankan tingkat suku bunga BI 7-Day Repo Rate di 5,75 persen.
Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengharapkan pelaku pasar merespons positif kebijakan Bank Indonesia yang diperkirakan akan mempertahankan tingkat suku bunga.
"Suku bunga dipertahankan, diharapkan dapat menjadi sentimen positif pada rupiah," katanya.
Advertisement