58 Desa di Cilacap Rawan Longsor, Mana Saja?

Enam kecamatan ini berada di jalur pegunungan tengah Jawa dengan kontur tanah berbukit dengan sudut elevasi tinggi yang menyebabkan rawan longsor.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 24 Okt 2018, 12:00 WIB
Bencana gerakan tanah atau longsor Jatiluhur Desa Padangjaya Kecamatan Majenang, Cilacap, 2016 dan awal 2017. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap mengidentifikasi sebanyak 58 desa dari 284 desa dan kelurahan kabupaten ujung barat selatan Jawa Tengah ini rawan longsor.

Ke-58 desa tersebar di 12 kecamatan wilayah Cilacap. Yaitu Kecamatan Kesugihan, Jeruklegi, Kawunganten, Gandrungmangu, Sidareja, Karangpucung, cimanggu, Majenang, Wanareja, Dayeuhluhur, Cipari, dan Bantarsari.

Kepala Pelaksana Harian BPBD Cilacap, Tri Komara Sidhy mengatakan, dari 12 kecamatan tersebut, enam kecamatan di wilayah Cilacap bagian barat menjadi daerah paling rawan longsor. Yakni, Karangpucung, Cimanggu, Majenang, Wanareja, Dayeuhluhur dan Cipari.

Di Kecamatan Karangpucung dan Dayeuhluhur, masing-masing ada 10 desa yang rawan longsor. Kemudian, di Kecamatan Cipari, ada tujuh desa yang rawan longsor. Disusul kemudian oleh Kecamatan Majenang dan Cimanggu, masih-masing lima desa.

Dia menjelaskan, enam kecamatan ini berada di jalur pegunungan tengah Jawa dengan kontur tanah berbukit dengan sudut elevasi tinggi yang menyebabkan rawan longsor.

Meski begitu, wilayah Cilacap tengah dan timur pun ada daerah rawah longsor, meski tak sebanyak di wilayah Cilacap barat. Konturnya sama, pegunungan atau perbukitan.

"Kecamatan Jeruklegi yang juga rawan ada 5 desa," dia menambahkan, Selasa, 23 Oktober 2018.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Cilacap, Kodirin mengemukakan, di daerah-daerah rawan longsor ini, BPBD secara simultan telah mensosialisasikan pentingnya kewaspadaan. Di wilayah tersebut BPBD juga telah membentuk desa tangguh bencana.


Cilacap Rawan Bencana

Sebanyak 24 rumah rusak akibat gerakan tanah atau longsor di Jatiluhur Desa Padangjaya Kecamatan Majenang, Cilacap, pada 2016 dan awal 2017. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Harapannya, saat ada kemungkinan bencana longsor, masyarakat telah siap menyelamatkan diri atau mengevakuasi diri secara mandiri.

"Sehingga daerah-daerah yang rawan banjir maupun longsor sudah memiliki bekal," jelasnya.

Di beberapa wilayah zona merah, BPBD Cilacap juga telah membuat jalur evakuasi untuk memudahkan masyarakat saat menjauh atau menyelamatkan diri jika sewaktu-waktu terjadi bencana longsor. Secara berkala, BPBD dan masyarakat tangguh bencana juga menggelar mitigasi bencana.

Di daerah rawan longsor, masyarakat telah terlatih untuk mewaspadai hujan lebat dan memantau tanda-tanda terjadinya longsor. Di antaranya, mengontrol jika ada retakan retakan tanah yang merupakan pertanda awal longsor.

"Kami sudah memetakan, terkait dengan daerah-daerah rawan banjir dan longsor. Kalau longsor itu, mayoritas rata-rata itu ada di daerah Cilacap bagian barat, yang notabene daerah pegunungan," ucap Kodirin.

Dia juga memastikan BPBD telah mempersiapkan skenario terburuk jika sewaktu-waktu datang bencana. Di antaranya, dengan mempersiapkan logistik dan infrastruktur pendukung pengungsian.

Hingga 2018 ini, Cilacap masih tercatat sebagai daerah paling rawan bencana di Jawa Tengah. Tak hanya longsor, Cilacap juga rawan bencana banjir dan angin kencang atau puting beliung.

Lantaran berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, pesisir Cilacap juga rawan bencana tsunami. Tak salah jika ada yang menyatakan Cilacap adalah laboratorium bencana di Jawa Tengah.

Sebabnya, nyaris seluruh jenis bencana ada di Cilacap. Itu termasuk bencana di musim kemarau panjang, yakni kekeringan yang lantas berujung pada krisis air bersih.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya