Liputan6.com, Jakarta Buruh menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 25 persen di 2019. Pengusaha pun bereaksi atas permintaan buruh ini.
Direktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Research Institute, Agung Pambudi, menyebutkan angka tersebut tidak masuk akal.
"Kita kayak hidup di mana, tak menapak kaki di bumi di lahan tempat kita berbisnis dengan segala kompleksitasnya," kata Agung dalam sebuah acara diskusi di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (24/10/2018).
Baca Juga
Advertisement
Dia mengungkapkan, kenaikan upah 8,03 persen seperti yang ditetapkan pemerintah pun dinilai cukup memberatkan dunia usaha. "Naik 8,03 persen pun sebenarnya di dunia usaha khususnya padat karya teriak minta ampun," ujarnya.
Agung mengaku heran angka tuntutan kenaikan sebesar 25 persen datang dari mana. "Saya juga tak tahu angka 25 persen datang darimana atau hitungannya seperti apa. Mohon kami dikasih tahu seperti apa," ujarnya.
Dia menyebutkan, upah cukup atau tidak cukup itu relatif. Perusahaan akan menaikkan upah bahkan lebih dari ketentuan jika kontribusi pekerja kepada perusahaan meningkat.
"Dunia usaha akan dengan sendirinya menaikkan lebih dari UMP ketika kontribusi di perusahaan tersebut juga lebih dari yang diharapkan," tutupnya.
Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 atau UMP 2019 sebesar 25 persen. Angka ini jauh di atas kenaikan yang telah ditetapkan sebesar 8,03 persen.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Tuntut UMP 2019 Naik 25 Persen, Begini Hitung-hitungan Buruh
Serikat buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menuntut pemerintah untuk menetapkan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2019 sebesar 20-25 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dari ketetapan pemerintah yang sebesar 8,03 persen.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, pihaknya tidak sembarang dalam menuntut kenaikan UMP 2019 hingga 25 persen. Kenaikan sebesar ini didasarkan atas hasil survei yang memperhitungkan kebutuhan hidup layak (KHL) sebanyak 62 item, khususnya di wilayah DKI Jakarta.
Baca Juga
"Kita mengakumulasi secara independen melakukan survei harga di pasar. Kita gunakan pembanding dengan KHL 62 item yang selama ini berlaku dan KHL 84 item yang sudah kami usulkan. Dari situ kita dapat angkanya. Tetapi yang kita pakai yang 62 item dulu, karena yang 84 belum resmi, masih usulan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Jumat (19/10/2018).
Dari survei KHL ini, lanjut Said, seharusnya upah minimum di Ibu Kota sudah sebesar Rp 4,3 juta. Angka ini naik Rp 700 ribu atau 20 persen dari UMP 2018 yang sebesar Rp 3,6 juta.
"Dari 62 item itu tetapi kualitasnya kita perbaiki. Contohnya selama ini masih menggunakan (perhitungan) radio, bukan televisi. Harusnya televisi dong. Kemudian sewa rumah kita biasa gunakan standar sewa rumah pekerja di Jakarta. Hasilnya, standar KHL-nya di Jakarta seharusnya Rp 4,3 juta. Maka kita perkirakan naik sekitar 20 persen. Kalau 20 persen dari Rp 3,6 juta, maka bisa Rp 700 ribuan," jelas dia.
Oleh sebab itu, kata Said, pihaknya meminta pemerintah untuk menaikkan UMP hingga 25 persen. Sebab, hal ini didasarkan pada realita kebutuhan hidup buruh.
"Jadi tidak tiba-tiba. Ini hasil survei pasar dengan menggunakan KHL 62 item. Supaya mendekati 84 item, kita perbaiki kualitasnya sesuai dengan realita kehidupan di Jakarta saat ini," tandas dia.
Advertisement