Dianggap Melanggar HAM, PBB Kecam Larangan Burka di Prancis

Komisi HAM PBB menyebut UU pelarangan burka di Prancis tidak proporsional, melanggar HAM dan kebebasan beragama.

Oleh DW.com diperbarui 25 Okt 2018, 08:01 WIB
Kelompok Kvinder i Dialog mengadakan demonstrasi menentang denda pertama yang diberikan karena mengenakan cadar di Kopenhagen, Denmark, Jumat (10/8). (Martin Sylvest/Ritzau Scanpix/AFP)

Liputan6.com, New York - Pada 2010, Prancis memberlakukan Undang-Undang baru terkait pelarangan burka atau nikab di tempat umum. Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam putusannya pada Selasa 23 Oktober, menyatakan bahwa UU tersebut telah melanggar hak kebebasan beragama para wanita Muslim.

UU itu disebut oleh PBB "tidak proporsional", karena menargetkan minoritas. Komisi HAM PBB juga menyatakan, Paris tidak punya alasan yang cukup kuat untuk menjelaskan mengapa larangan itu diperlukan.

mm

Ini adalah pertama kalinya PBB bersikap soal larangan burka dan nikab di Prancis. Selain Negeri Menara Eiffel, UU serupa pun berlaku di beberapa negara Eropa lain seperti Austria, Belgia, Denmark dan Belanda.

Badan PBB itu menyatakan prihatin dengan dua kasus yang menimpa seorang Muslimah Prancis yang didenda karena mengenakan nikab di hadapan publik. Menurut Komisi HAM PBB, aturan itu telah melanggar kebebasan beragama para perempuan Muslim yang mengenakan pakaian seperti itu.

Komisi HAM juga menyebut, larangan di Prancis terlalu "memukul rata" dan para pejabat tidak bisa menjelaskan secara rinci mengapa pakaian sperti itu dilarang.

"Undang-undang itu memiliki efek lain pula, yaitu membatasi mereka (wanita Muslim) keluar dari rumah, menghalangi akses ke layanan publik dan memarjinalkan mereka," kata Komisi HAM PBB melalui sebuah keterangan, sebagaimana dilansir dari DW, Kamis (25/10/2018).

Oleh karena itu, komisi mendesak pemerintah Prancis untuk meninjau kembali UU tersebut dan membayar kompensasi kepada perempuan yang dikenai sanksi.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Bukan Serangan pada Prinsip Sekularisme

Kelompok Kvinder i Dialog berswafoto saat mengadakan demonstrasi menentang denda pertama yang diberikan karena mengenakan cadar di Kopenhagen, Denmark, Jumat (10/8). (Martin Sylvest/Ritzau Scanpix via AP)

Panel PBB yang terdiri dari 18 ahli HAM itu menekankan, keputusan mereka tidak dimaksudkan sebagai tantangan terhadap konstitusi sekuler di Prancis.

"Keputusan itu tidak ditujukan pada gagasan sekularitas, juga bukan merupakan pengesahan cara berpakaian yang banyak anggota komisi, termasuk saya sendiri, menganggapnya sebagai bentuk penindasan perempuan," kata ketua Komisi HAM PBB, Yuval Shany.

Prancis tahun 2010 menerapkan UU yang melarang orang mengenakan "segala macam pakaian yang dimaksudkan untuk menutupi wajah" di depan umum. Mereka yang melanggar larangan tersebut bisa terkena sanksi denda sebesar 150 Euro atau Rp 2,5 juta.

Putusan Komisi HAM PBB bertentangan dengan putusan Pengadilan Eropa Hak Asasi Manusia (ECHR) dari tahun 2014, yang menguatkan UU tersebut dan menolak argumen bahwa UU itu melanggar kebebasan beragama.

Pemerintah Prancis telah diberi waktu selama 180 hari untuk melaporkan kembali kepada Komisi HAM PBB, tentang tindakan yang telah diambil.

Meskipun Prancis wajib mengikuti putusan Komisi PBB, namun badan internasional itu tidak memiliki kekuatan untuk menegakkan keputusan pemerintah.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya