Gara-Gara Jamal Khashoggi, Reputasi Presiden Turki Jadi Melambung?

Pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi, tampaknya, telah mendongkrak reputasi Presiden Turki Recep Erdogan. Mengapa?

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Okt 2018, 09:31 WIB
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (AP/Yasin Bulbul)

Liputan6.com, Ankara - Pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi, tampaknya, telah menurunkan reputasi dua pemimpin dunia dan sebaliknya, menghidupkan kembali reputasi seorang pemimpin lainnya.

Reputasi Putra Mahkota Arab Saudi Muhammad bin Salman jelas dirusak oleh kematian Khashoggi.

Meskipun tampaknya Raja Salman tak akan mempreteli kewenangan Pangeran Muhammad, namun citranya sebagai seorang reformis muda yang dinamis sirna selamanya.

Perlu bertahun-tahun sebelum ada pemimpin dunia yang perduli citra dirinya, yang akan berada di dekat sang pangeran dalam foto bersama.

Presiden Trump misalnya, akan berpikir dua kali untuk mengundangnya kembali ke Gedung Putih. Kedekatan Trump dengan Pangeran Muhammad telah merusak reputasi Presiden AS itu juga.

Dia terlihat ragu-ragu mengkritik Arab Saudi dalam kasus ini. Trump bahkan tampak mendukung klaim Arab Saudi bahwa "agen-agen jahat" bertanggung jawab atas pembunuhan Jamal Khashoggi.

Pernyataan Trump bahwa dia tak akan menangguhkan atau meningkatkan perjanjian senjata AS-Arab Saudi bukan sekadar menunjukkan posisi moral yang lemah.

Hal itu malah melemahkan kemampuan Trump memaksakan sesuatu yang positif dari Arab Saudi, seperti pengakuan bersalah yang kredibel, atau pengungkapan lokasi mayat Khashoggi.

Mendongkrak Reputasi Erdogan?

Sebaliknya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, tampaknya mempergunakan kasus ini untuk menegakkan kembali reputasinya.

Reputasinya sebelum kasus ini terjadi anjlok akibat kebijakan ekonomi, inflasi tinggi dan sanksi menyakitkan dari AS akibat penahanan seorang pendeta asal AS.

Presiden Erdogan sendiri tak kurang kerasnya dalam menindaki oposisi, memecat 4.000 hakim dan jaksa serta memenjarakan 177 orang jurnalis.

Namun semua itu sama sekali terlupakan selama beberapa minggu terakhir sejak kasus Jamal Khashoggi terkuak.

 

Simak video pilihan berikut:


Strategi Presiden Turki

Jamal Khashoggi, wartawan Arab Saudi yang hilang sejak 2 Oktober di Istanbul, Turki (AP/Hasan Jamali)

Pemerintahan Turki tampak merancang kampanye informasi soal kasus Jamal Khashoggi melalui bocoran-bocoran ke media terkait fakta-kata kasus ini. Bocoran tersebut jelas melemahkan posisi Arab Saudi dan sekutunya AS.

Pihak Turki menjawab segala bantahan yang dilontarkan Arab Saudi dengan cara membocorkan detail kasus ini ke media lokal secara teratur.

Bocoran informasi itu dikeluarkan hanya pada hari pertama.

Berbagai informasi tersebut disusun dengan hati-hati agar tetap menjadi berita utama. Tujuannya, untuk tetrus menekanan Arab Saudi.

Mulai dari kedatangan sebuah tim dari Arab Saudi beranggotakan 15 orang ke Turki. Informasi bahwa mereka datang dengan dua jet pribadi.

Lalu, rekaman CCTV dari operasi tim tersebut, informasi bahwa salah seorang dari mereka adalah ahli forensik yang membawa gergaji tulang. Serta adanya rekaman audio pembunuhan tersebut.

Kampanye informasi terus berlangsung selama tiga minggu. Yang terbaru yaitu upaya tim Arab Saudi tersebut menutupi jejak mereka dengan menggunakan pria yang menyamar sebagai Khashoggi.

Presiden Erdogan tampak berhati-hati menjaga jarak dari bocoran-bocoran informasi tersebut.

Dia berjanji mengungkapkan "kebenaran apa adanya" tentang pembunuhan yang terjadi awal Oktober ini pada Selasa 23 Oktober 2018.

Pesan yang ingin disampaikan Erdogan dibuat sederhana. Bahwa orang yang memerintahkan pembunuhan harus dimintai pertanggungjawaban.

Orang yang harus bertanggung jawab tersebut tampaknya bukan Pangeran Muhammad.

Sang Putra Mahkota dan Raja Salman kemarin tampak berfoto bersama Salah, salah satu anak Khashoggi, di Riyadh.

Tidak dijelaskan apakah Sang Pangeran meminta maaf atas apa yang dilakukan Arab Saudi terhadap ayah Salah.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya