Liputan6.com, Palembang - Operator telekomunikasi di Indonesia telah mulai mengujicoba jaringan internet generasi kelima alias 5G dalam setahun terakhir.
Meski penerapan komersil 5G di Indonesia diprediksi baru terjadi pada 2020, para operator mulai mempersiapkan diri, termasuk Smartfren.
Salah satunya dengan menghadirkan jaringan yang menjembatani 4G dengan 5G, yakni 4G+ seperti yang dihadirkan oleh Smartfren dan Indosat atau 4.5G seperti milik Telkomsel serta XL.
Baca Juga
Advertisement
Bicara 5G, ada alasan tersendiri mengapa jaringan internet cepat ini bakal lambat diterapkan secara komersil untuk pengguna Indonesia.
Diungkapkan oleh VP Technology Relations and Special Project Smartfren Munir Syahda Prabowo, infrastruktur adalah tantangan utama penerapan 5G di Indonesia terlambat ketimbang negara lainnya.
"Saat ini banyak (operator) percobaan 5G, tapi itu hanya trial. Di Indonesia paling cepat 2020 5G sudah dipasarkan secara komersial. Untuk menerapkan 5G di jaringan seluler itu butuh syarat, misalnya kecepatannya yang minimal 1Gbps," kata Munir.
Sementara, untuk menghadirkan jaringan internet yang begitu cepat, dibutuhkan kebijakan pemerintah, infrastruktur, dan perangkat yang mendukung perusahaan menerapkan 5G.
"Soal ganti radio misalnya, itu tergantung apakah pemerintah mengalokasikan band frekuensi baru untuk 5G atau tidak. Kalau memang mengalokasikan band frekuensi baru dengan OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) 4G radio ready karena teknologi kita software driven radio. Tapi kalau di 5G ditempatkan di band frekuensi sekarang, bisa lebih siap lagi," kata Munir ditemui di Palembang, Rabu (24/10/2018).
Sejauh ini, pemerintah belum menentukan band frekuensi mana yang akan dipakai untuk jaringan 5G. Namun, ada kendala lain yang tak kalah pentingnya, yakni infrastruktur.
"Kita belum bisa secara masif mengimplementasikan 5G pada 2020, karena tetap bergantung pada infrastruktur. Itu sangat menentukan. Kalau back end masih pakai radio frekuensi, belum memungkinkan. Harus pakai fiber optic. Tapi belum semuanya terhubung dengan fiber optic, makanya ada Palapa Ring, itu harus jadi," lanjutnya.
Jakarta dan Surabaya
Bicara tentang infrastruktur fiber optic, menurut Munir, baru Jakarta dan Surabaya saja yang bisa menerapkan 5G komersil pada 2020 nanti.
"Mungkin Jakarta dan Surabaya pada 2020, tetapi mungkin di tempat lain belum bisa," ujarnya.
Hal lain yang juga menjadi masalah adalah sejauh ini belum ada perangkat yang sudah siap menghubungkan jaringan 5G.
"Hal lain, kesiapan vendor device, sudah adakah yang 5G ready di market? Jadi akan percuma kalau jaringan 5G ready tetapi device masih 4G. Itu yang membuat prediksi kami 5G mundur," tandas Munir.
Menambahkan pernyataan Munir, Chief Brand Officer Smartfren Roberto Saputra mengatakan, saat ini untuk smartphone, jarigan 4G dan 4G+ sudah mumpuni.
Sementara, 5G lebih akan berguna untuk menghubungkan kendaraan otonom tau perangkat dengan perangkat lainnya (machine to machine).
"Perlu dilihat juga penerapannya untuk apa. 5G bisa digunakan untuk machine to machine, hologram di dunia kesehatan, dan lain-lain. Nah, kalau 5G sudah ada, konsumen mana yang akan menggunakan. Itu jadi faktor paling penting," kata Roberto.
Ia mengatakan, jangan sampai jaringan 5G sudah tersedia tetapi konsumen yang memanfaatkan justru tidak ada.
"Jadi kehadiran 5G itu juga bergantung pada hal-hal di atas. Infrastruktur, regulasi frekuensi, ekosistem, hingga use case. Semuanya harus pas agar bisa berjalan dengan baik," pungkasnya.
(Tin/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement