Liputan6.com, Paris - Pemerintah Prancis mengatakan pada Rabu 24 Oktober, bahwa pihaknya dapat menjatuhkan sanksi terhadap Arab Saudi, jika dinas intelijennya menemukan kerajaan itu berada di belakang pembunuhan Jamal Khashoggi
Paris menegaskan bahwa kemungkinan sanksi tersebut akan dilakukan sesuai asas keadilan, tanpa mempedulikan hubungan bisnis dan strategis yang penting dengan Riyadh.
Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammad bin Salman, berjanji pada hari Rabu bahwa para pembunuh Khashoggi akan dibawa ke pengadilan, demikian sebagaimana dikutip dari Channel News Asia pada Kamis (25/10/2018).
Prancis sejauh ini terlihat menjaga jarak demi mempertahankan hubungan baik dengan Arab Saudi di bidang energi, keuangan, dan pesenjataan.
Baca Juga
Advertisement
Namun, Presiden Emmanuel Macron mengatakan kepada Raja Salman bahwa Perancis, dalam koordinasi dengan para mitra Barat, dapat melemparkan tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan Jamal Khashoggi, kata pihak kepresidenan dalam sebuah pernyataan resmi.
Beberapa media di Prancis mengatakan bahwa Macron menyampaikan kekecewaan besar kepada Raja Salman dalam percakapan via telepon. Ia juga disebut mendesak Riyadh untuk mengungkap kasus pembunuhan Jamal Khashoggi dengan sejujur-jujurnya.
Kedua pemimpin juga membahas situasi di Yaman dan Suriah, istana Elysee mengatakan.
"Selama fakta-fakta belum ditetapkan secara jelas, dan dikuatkan oleh layanan informasi kami, kami tidak akan mengambil keputusan apa pun," kata juru bicara pemerintah Prancis, Benjamin Griveaux, pada hari Rabu.
"Di sisi lain, sekali 'cahaya' telah ditumpahkan pada masalah ini dan telah dikuatkan oleh intelijen kami, berdasarkan hipotesis bahwa tanggung jawab Arab Saudi telah terbukti, maka kami akan menarik kesimpulan yang diperlukan dan menjatuhkan sanksi yang tepat," katanya.
Setiap langkah tidak hanya akan melibatkan sanksi pada penjualan senjata, katanya, tanpa merinci.
Di lain pihak, beberapa sekutu Barat telah angkat bicara terkait pandangannya terhadap Arab Saudi saat ini.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan pada hari Rabu, bahwa putra mahkota Saudi kemungkinan berada di balik kematian Khashoggi. Kanselir Jerman Angela Merkel juga menyampaikan dugaan serupa, dan mengancam untuk menghentikan ekspor senjata ke Riyadh.
Inggris, seperti juga Prancis yang menjadi pemasok senjata utama ke Arab Saudi, telah menyebut klaim Riyadh tentang kematian Jamal Khashoggi, tidak bisa dipercaya. Perdana Menteri Theresa May menegaskan pada hari Rabu, bahwa London akan mencegah semua tersangka memasuki Negeri Ratu Elizabeth II.
Simak video pilihan berikut;
Arab Saudi Dinilai Penting bagi Prancis
Seorang diplomat senior Prancis mengatakan bahwa Presiden Emmanuel Macron tengah menginjak garis tipis dalam menerapkan kebijakan terbarunya, yang telah lama dinyatakan menghindari keberpihakan antara Sunni Saudi dan Syiah Iran.
"Kami sedikit prihatin karena ini," katanya, mengacu pada kontroversi kematian Jamal Khashoggi. "Kami memiliki kemitraan yang penting, tetapi sementara kami tidak pernah menganggap Saudi sebagai tempat lahirnya hak asasi manusia, ini serius. Itu tidak bisa diabaikan. Akan ada konsekuensinya, tetapi kami harus berhati-hati."
Sejak berkuasa tahun lalu, Macron telah mengabaikan protes atas penjualan senjata yang ia anggap penting untuk hubungan strategis Prancis di wilayah Jazirah Arab.
Dari tahun 2008 hingga 2017, Arab Saudi adalah pembeli senjata Perancis terbesar kedua, dengan transaksi senilai 11 miliar euro (setara Rp 190 triliun, dengan kurs Rp 17.351 per 1 eruro), termasuk 1,5 miliar eruro untuk tahun lalu saja.
Mencerminkan berbagai kepentingan komersial Prancis di wilayah tersebut, pemimpin perusahaan migas Total menghadiri konferensi Inisiatif Investasi Masa Depan di Riyadh, sebuah pertemuan yang diboikot oleh sejumlah rekan-rekannya setelah pembunuhan Khashoggi.
Macron menganggap Riyadh penting untuk membantu menempa kesepakatan damai di seluruh kawasan, termasuk dengan Iran, serta sekutu dalam perang melawan ISIS di Timur Tengah dan Afrika Barat.
"Penjualan senjata adalah sesuatu yang sangat politis dan bagian dari visi jangka panjang (hubungan) Prancis dan Arab Saudi," kata Camille Lons, seorang peneliti di European Council on Foreign Relations.
"Arab Saudi hadir di seluruh wilayah (Timur Tengah), jadi jika ada komplikasi dalam hubungan diplomatik, hal itu bisa berdampak pada beberapa kepentingan lainnya di regional," lanjutnya.
Advertisement