Liputan6.com, Jakarta Rentannya Indonesia akan bencana menjadi perhatian penting dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar). Pasalnya, selama ini banyak terjadi pemberitaan yang tidak proposional. Yang akhirnya, merugikan pariwisata Indonesia. Terkait hal tersebut, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menggelar “Focus Group Discussion (FGD) Pencanangan Gerakan Jurnalisme Ramah Pariwisata” di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta, Rabu (24/10).
Kegiatan ini adalah hasil kerja bareng antara Kementerian Pariwisata dengan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) dan Cyber Indonesia Network (CIN).
Advertisement
Menurut Menteri Pariwisata Arief Yahya, Media sebagai komponen Pentahelix (akademisi, industri, komunitas, pemerintah, dan media) mempunyai peran strategis. Khususnya dalam pencitraan. Sehingga pariwisata Indonesia bisa menghadapi bencana.
Hal ini dilakukan untuk menjaga ekosistem kepariwisataan nasional sehingga tidak dirugikan. Benchmarknya adalah pemerintah dan media Thailand. Mereka berintegrasi secara baik untuk menjaga citra negaranya di kancah internasional.
“Pemerintah mereka itu juga committed banget. Saya kasih contoh media di sana juga menjaga sekali pemberitaan buruk negaranya. Kalau ada kudeta juga mereka cepat sekali kan mengatasinya. Mereka juga sudah paham pentingnya pemberitaan di negaranya itu," kata Menpar Arief Yahya.
Untuk itu Menpar mengajak seluruh media untuk ikut berkolaborasi dengan baik dengan Kemenpar. Karena saat ini media telah menjadi guardian pariwisata Indonesia. Terlebih di era digitalisasi seperti ini, dimana semua informasi bisa didapat dengan mudah.
Namun itu semua bukan tanpa tantangan. Pasalnya saat ini semua sangat bebas dan longgar. Bahkan terkadang kebablasan dan bebas nilai. Hampir sebagian besar media mengejar impresi, viewers, pembaca, pendengar, pemirsa, dan customers.
“Arus informasi di tengah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi tak dapat dibendung. Setiap orang dengan mudah mendapatkan dan berbagi informasi yang tingkat kebenarannya belum pasti. Informasi hoax, horor, menakutkan beredar setiap saat dan memiliki daya rusak yang kuat terhadap ekosistem pariwisata. Ini harus ditangkal. Dan ini merupkan tugas media sebagai pengawal pariwisata Indonesia. Karena kalo hoax berlanjut yang dirugikan adalah kita semua,” katanya.
Hal itu juga diamini Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho. Tampil sebagai salah satu pembicara, Sutopo mengatakan sudah hafal dengan serangan berita bohong atau hoax. Menurutnya, biasanya hoax muncul pasca terjadinya bencana. Dia dan timnya sudah tahu bagaimana pola hoax tersebut bekerja.
"Kami sudah hafal betul itu. Saat terjadi bencana seperti gempa, gunung meletus atau tsunami berita bohong atau hoax muncul. Dan ini jelas merugikan pariwisata Indonesia," ujarnya.
Lantas dari mana hoaks itu datang?
"Ini asalnya dari luar. Dari pesaing-pesain pariwisata Indonesia. Mereka mengambil kesempatan sehingga pariwisata kita sepi. Ini sudah saya cross cek langsung dengan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Karena itu, klarifikasi soal hoax menjadi sesuatu yang bersifat segera untuk dilakukan," imbuh Sutopo.
Sementara itu Staff Khusus Menteri Pariwisata Bidang Komunikasi dan Media Don Sardono menjelaskan, peran media sangat besar untuk menangkal pemberitaan yang merugikan. Banchmarknya tidak perlu jauh. Negara persaing seperti Thailand dan Malaysia telah melakukan itu. Salah satu kunci keberhasilan pariwisata mereka, karena kuatnya dukungan media dalam memberikan persepsi positif. Khususnya terhadap kejadian negatif yang dapat merugikan industri pariwisata mereka.
“Kalau ini bisa kita lakukan, pariwisata nasional akan cepat maju. Di sini dibutuhkan kepiawaian para jurnalis dalam membuat lead berita yang negatif agar dapat memberikan persepsi positif ,” kata Don Kardono.
Lebih lanjut Don mengatakan, saat ini Indonesia telah menetapkan sektor pariwisata sebagai sektor prioritas dan core economy negara. Pariwisata diproyeksikan menjadi penyumbang devisa nomor satu di Indonesia. Untuk itu ekosistem pariwisata harus diupayakan tumbuh, hidup, dan berkembang dalam iklim yang aman, nyaman, dan kondusif. Sehingga memberi effort besar terhadap citra negara dan pencapaian target kinerja pariwisata.
"Dan ini merupakan tugas kita bersama terlebih lagi media sebagai salah satu garda terdepan pariwisata Indonesia," pungkas Don Kardono.
(*)