Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan pembekalan kepada para peserta PPRA LVIII dan Alumni PPRA LVII tahun 2018 di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Kamis (25/10). Dalam pembukaannya, JK menjelaskan penyebab banyak kepala daerah hingga para anggota DPR ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut JK, fenomena itu terjadi karena adanya negosiasi antara eksekutif dan legislatif yang selalu bersamaan.
Advertisement
"Sekarang negosiasi dulu baru bisa. Itu akhirnya menyebabkan selalu kalau ada korupsi atau proyek itu terjadi antara eksekutif dan legislatif selalu bersamaan," kata JK di hadapan para peserta di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Kamis (25/10/2018).
"Dan itu tidak ada yang satu, apa pun kasus korupsi itu selalu bersamaan dengan eksekutif. Karena itu-lah kekhawatiran kita yang terjadi dalam proses-proses kenegaraan kita," ucap JK.
Dia mengatakan zaman dahulu tidak ada anggota DPR atau kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Sebab, saat itu wakil rakyat tidak memiliki fungsi mulai dari mengatur angka-angka hingga perizinan. Dahulu, pemerintah yang membuat APBN dan langsung diketok oleh DPR.
"Sekarang negosiasi dulu baru bisa," ungkap JK.
Karena itu, JK mengatakan partai harus memiliki fungsi yang baik. Pada saat pemilu partai sangatlah penting untuk memperlihatkan kepada masyarakat bahwa dapat bekerja dengan baik.
"Saya setuju bahwa partai harus berfungsi dengan baik. Partai itu pentingnya waktu pemilu, kemudian kalau tidak ada pemilu partai apa yang dilihat dia punya kinerja di DPR. Kalau di DPR mereka mengusulkan suara rakyat, maka itu partai yang baik," ucp JK.
Diketahui KPK kembali menangkap kepala daerah yang terjerat korupsi. Kemarin malam (24/10) Bupati Cirebon Sujaya terjaring OTT. Sunjaya diduga terseret kasus jual beli jabatan di lingkungan pemerintahan.
Jerat Korupsi Kepala Daerah
Tidak hanya Sunjaya, Minggu (14/10) Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro sebagai tersangka kasus dugaan suap izin proyek pembangunan Meikarta.
Bupati Neneng dan kawan-kawan diduga menerima hadiah atau janji Rp 13 miliar terkait proyek tersebut. Diduga, realiasasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa kepala dinas.
Keterkaitan sejumlah dinas lantaran proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana membangun apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan. Sehingga dibutuhkan banyak perizinan.
Sementara itu, Billy Sindoro dan Neneng Rahmi saat ini masih dicari oleh tim KPK. KPK menghimbau agar keduanya menyerahkan diri untuk menjalani proses pemeriksaan pasca-ditetapkan sebagai tersangka.
Reporter: Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka.com
Advertisement