Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menggunakan dana cadangan dari APBN 2018 untuk menutup defisit BPJS Kesehatan sebesar Rp 4,9 triliun. Namun, anggaran tersebut dianggap belum cukup mengatasi masalah keuangan lembaga penyelanggara jaminan kesehatan nasional itu.
Dari tahun ke tahun, defisit BPJS Kesehatan memang terus membebani negara. Hal ini pun ditengarai oleh minimnya iuran dari pengguna BPJS Kesehatan kepada negara.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika mengatakan, pemerintah telah menerima usulan solusi menekan defisit, salah satunya menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Meski demikian, rencana ini masih dibahas lebih dalam.
Baca Juga
Advertisement
"Ini yang nantinya perlu dibicarakan antara pemerintah dengan BPJS Kesehatan makanya harus dianalisis dan dikalkulasi dengan matang ketika diambil keputusan sesuai kebutuhan dan prioritas. (Rencana kenaikan iuran) belum ada pembicaraan, usulan ada tapi saya tidak tahu nominal (kenaikan) nya," ujar Erani di Kampus STIS, Jakarta, Kamis (23/10/2018).
Erani mengatakan, pengguna BPJS Kesehatan ini memang terus meningkat setiap tahun. Pada 2018 di akhir September lalu, sebanyak 203 juta penduduk atau sekitar 76 persen dari total penduduk Indonesia terakses asuransi kesehatan.
"Pada 2018 akhir september ini 203 juta penduduk Indonesia terakses asuransi kesehatan atau sekitar 76 persen dari total penduduk Indonesia. Itu pencapaian yang luar biasa. Kita harapkan sampai akhir 2019 tembus di akngka 85 sampai 90 persen masyarakat terakses BPJS," jelasnya.
Pemerintah, kata Erani, memastikan masyarakat akan terus mendapatkan pelayanan kesehatan meskipun terdapat defisit di BPJS. Presiden Jokowi telah menginstruksikan Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan terus mencari solusi menekan defisit.
"Pembiayaan, pemerintah masih terus melakukan upaya untuk bisa memastikan agar BPJS berjalan. Presiden sudah perintahkan Kemenkes dan BPJS Kesehatan terus menerus memastikan kebijakan untuk mengatasi persoalan. Pemerintah mendukung soal BPJS isu kebijakan kesehatan," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jokowi Sentil Dirut BPJS soal Defisit Keuangan
Sebelumnya, Presiden Jokowi membuka Kongres Persi (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia). Dalam kesempatan ini, dia menyinggung defisit keuangan yang melanda BPJS Kesehatan.
Jokowi mengatakan, pemerintah telah menggunakan dana cadangan dari APBN 2018 untuk menutup defisit BPJS Kesehatan sebesar Rp 4,9 triliun. Namun, anggaran tersebut dianggap belum cukup mengatasi masalah keuangan lembaga penyelenggara jaminan kesehatan nasional itu.
BACA JUGA
"Ini masih kurang, kebutuhan bukan Rp 4,9 triliun. Lah kok enak banget kalau kurang minta, mestinya ada manajemen sistem yang jelas sehingga rumah sakit punya kepastian pembayaran yang jelas," kata Jokowi pada Rabu 17 Oktober 2018.
Jokowi menilai, terjadinya defisit keuangan menunjukkan peran manajerial BPJS Kesehatan belum maksimal. Persoalan ini sebetulnya sudah terjadi sejak tiga tahun lalu.
Jokowi menyadari, tidak gampang mengurus ribuan rumah sakit di Tanah Air. Namun, jika BPJS Kesehatan memiliki manajemen internal yang baik maka tidak akan terjadi defisit keuangan.
"Saya sering marahi Dirut BPJS, tapi dalam hati saya enggak bisa keluarkan (anggaran), ini manajemen negara. Dirut BPJS ngurus berapa ribu rumah sakit, tapi sekali lagi, kalau membangun sistemnya bener, ini gampang. Saya tekankan sistem, selalu saya tekankan manajemen," tegasnya.
Saat melakukan kunjungan kerja ke daerah, Jokowi mengaku kerap mengecek langsung pelayanan kesehatan di rumah sakit. Jokowi juga sering mendapat laporan bahwa rumah sakit memiliki utang sampai puluhan miliar.
"Suaranya 'Pak ini utang kita sudah puluhan miliar belum dibayar'. Ngerti saya, jadi Pak Dirut enggak usah bicara banyak di media saya sudah ngerti. Sebelum bapak ibu sekalian menyampaikan saya sudah ngerti," tuturnya.
Advertisement