Najib Razak dan Eks Sekjen Keuangan Malaysia Dituduh Tilap Rp 24 Triliun

Mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak kembali didakwa atas tuduhan penyelewengan dana, kali ini turut menyeret mantan Sekretaris Departemen Keuangan Negeri Jiran.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 25 Okt 2018, 15:33 WIB
Ekspresi eks PM Malaysia Najib Razak saat tiba di Kantor Komisi Anti-Korupsi Malaysia (MACC) di Putrajaya, Kamis (24/5). Najib diperiksa terkait penyelidikan korupsi miliaran dolar atas dana 1Malaysia Development Berhad (1MDB). (AP Photo/Vincent Thian)

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dan pejabat tinggi keuangannya didakwa enam tuduhan penyelewengan keuangan nasional, yang melibatkan dana pemerintah sebesar RM 6,6 miliar, atau setara Rp 24 triliun, dengan kurs Rp 3.644 per 1 ringgit.

Tuduhan terhadap Najib Razak dan Irwan Serigar Abdullah, mantan Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Malaysia, adalah yang terbaru dalam tindakan tegas pemerintah Negeri Jiran, terhadap skandal korupsi yang melanda negara itu.

Jika terbukti bersalah, sebagaimana dikutip dari South China Morning Post pada Kamis (25/10/2018), setiap tuduhan akan membebani keduanya dengan ancaman hukuman penjara hingga 20 tahun, denda, dan hukuman cambuk.

Namun, menurut otoritas terkait, Najib dan Irwan akan dikecualikan karena mereka telah berusia di atas 50 tahun.

Jaksa penuntut mengatakan keduanya diduga melakukan tindak korupsi dana pemerintah senilai 220 juta ringgit (setara Rp 802 miliar), yang ditujukan untuk operasional Bandara Internasional Kuala Lumpur Berhad (operator KLIA dan KLIA 2), yang menjadi hub penerbangan utama Malaysia.

Selain itu, keduanya juga dituduh menyelewengkan dana senilai 1,3 miliar ringgit (setara Rp 4,7 triliun), yang dimaksudkan untuk program subsidi dan bantuan tunai.

Jaksa juga menuduh keduanya menilap beberapa dana pemerintah lainnya senilai 5,12 miliar ringgit, atau setara Rp 18,6 triliun.

Saat ini, Najib Razak sudah menghadapi 32 tuduhan, termasuk pencucian uang, korupsi dan pelanggaran dakwaan kepercayaan atas transaksi terkait dana negara 1Malaysia Development Berhad (1MDB).

Najib mengaku tidak bersalah dan persidangannya akan dimulai tahun depan.

Amerika Serikat (AS) juga menuduh bahwa dana sebesar US$ 4,5 miliar turut diedot oleh pendanaan raksasa itu, di mana US$ 700 juta di antaranya konon masuk ke rekening pribadi Najib.

Skandal korupsi di 1MDB, yang digagas oleh Najib pada tahun 2009, menyebabkan koalisinya jatuh dalam pemilihan umum Malaysia, Mei lalu.

Beberapa mantan pejabat tinggi telah dituduh terlibat korupsi sejak kemenangan pemilu yang tak terduga dari koalisi, yang dipimpin oleh Mahathir Mohamad.

 

Simak video pilihan berikut: 

 


Mantan Wakil PM Malaysia Ditahan

Mantan wakil perdana menteri Malaysia, Ahmad Zahid Hamid, dijatuhi lebih dari 40 tuduhan pidana terkait korupsi dan penyelewengan kekuasaan (AP/Yan G-Jun)

Sementara itu, pada pekan lalu, mantan wakil Perdana Menteri Malaysia, Ahmad Zahid Hamidi, dikenai 45 tuduhan pidana, termasuk penyalahgunaan kekuasaan dan pencucian uang senilai sekitar RM 114 juta atau setara Rp 416 miliar.

Zahid menghadapi 10 dakwaan berdasarkan Pasal 409 KUHP Malaysia, delapan tudingan oleh Pasal 16 dari Komisi Anti-Korupsi Malaysia (MACC) tahun 2009, dan 27 lainnya terkait Pasal 4 tentang Anti Pencucian Uang, Pendanaan Anti-Terorisme dan Hasil dari Kegiatan yang Melanggar Hukum.

Dikutip dari The Straits Times pada Jumat 19 Oktober, Zahid mengaku tidak bersalah, namun dia diwajibkan membayar jaminan sebesar 2 juta ringgit (setara Rp 7,2 miliar), yang dibayar dalam dua kali angsuran hingga pekan ini.

Pihak berwenang juga menyita paspor poitikus berusia 65 tahun itu.

Zahid adalah pemimpin UMNO pertama yang didakwa di pengadilan, di mana hal tersebut menjadi pukulan berat bagi partai politik yang pernah berkuasa selama 61 tahun di Malaysia itu.

Salah satu tuduhan diyakini terkait dengan klaim bahwa dana sebesar 800.000 ringgit (sekitar Rp 2,9 miliar) pada lembaga amal milik Zahid, Yayasan Akalbudi, telah digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit dia dan istrinya antara 2014 dan 2015.

Zahid mengatakan pembayaran itu karena kesalahan oleh seorang pembantunya, dan sejak itu dia mengklaim telah menyelesaikan tagihan sendiri.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya