Balas Niat AS, Vladimir Putin: Rusia Akan Taruh Rudal Nuklir di Eropa

Presiden Rusia menyebut akan menempatkan rudal nuklir di Eropa, demi membalas niat AS untuk keluar dari perjanjian pengendalian senjata nuklir.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 25 Okt 2018, 16:01 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin (AP/Alexei Nikolsky)

Liputan6.com, Moskow - Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut bahwa negaranya akan menempatkan rudal nuklir di Eropa, sebagai aksi balasan atas rencana Amerika Serikat yang berniat untuk keluar dari perjanjian pengendalian senjata nuklir era-Perang Dingin.

Sebelumnya, Presiden Donald Trump, pada Sabtu 20 Oktober 2018, mengumumkan akan menarik Amerika Serikat keluar dari Traktat Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) 1987. Alasannya, ia menuduh Rusia melanggar Traktat INF setelah diduga mengembangkan rudal nuklir jelajah yang diluncurkan via darat --yang dibantah oleh pihak Rusia.

Merespons keputusan Trump, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, "Sangat berbahaya untuk keluar dari perjanjian pengendalian senjata global tersebut ... kini tidak akan ada yang tersisa kecuali hasrat berlomba-lomba membuat senjata nuklir," ujarnya seperti dikutip dari BBC, Kamis (25/10/2018).

"Jika akhirnya AS menarik keluar dari perjanjian INF, maka pertanyaan yang paling penting adalah apa yang akan mereka lakukan dengan rudal yang akan muncul kembali," katanya.

Traktat INF melarang penempatan rudal jarak pendek hingga menengah berbasis darat (ground-based missile) --dengan kisaran antara 500 dan 5.500 km-- di kawasan Eropa. Perjanjian itu menjadikan kawasan Eropa steril dari silo atau fasilitas peluncur misil-misil nuklir selama lebih dari tiga dekade, sejak kesepakatan itu ditandatangani oleh Presiden Ronald Reagan dan Pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev pada 8 Desember 1987.

"Jika nuklir kembali dipasok ke Eropa, maka tentu saja kami harus menanggapi dengan cara yang sama, dan negara-negara Eropa yang menyetujui hal ini harus memahami bahwa mereka akan menjadikan wilayahnya sendiri terancam oleh kemungkinan serangan balasan," tambahnya.

Putin juga menambahkan, Rusia khawatir bahwa masa depan pengendalian senjata nuklir menjadi tidak jelas akibat langkah sepihak AS yang telah keluar dari perjanjian Anti-Ballistic Missile 1972 (ABM) pada 2002, ingin meninggalkan Traktat INF, dan suramnya perjanjian New Start tentang pengurangan senjata nuklir.

 

Simak video pilihan berikut:


AS Akan Terus Menambah Senjata Nuklir

Uji coba rudal AS, Minuteman III (AP)

Presiden Donald Trump mengatakan bahwa Amerika Serikat akan meningkatkan jumlah senjata nuklirnya--sebuah pernyataan yang dinilai akan membangkitkan kembali perlombaan persenjataan nuklir (nuclear arms race) antara AS dan Rusia.

"Sampai semua negara sadar atas apa yang mereka lakukan, kami (AS) akan menambahnya (senjata nuklir)," kata Trump, seperti dikutip dari CNN, Selasa 23 Oktober 2018.

Pernyataan itu diungkapkan Trump usai dirinya mengumumkan akan menarik AS keluar dari perjanjian pengendalian nuklir dengan Rusia.

Trump, pada 20 Oktober, mengatakan bahwa AS "akan menghentikan perjanjian itu dan kami akan keluar," ujarnya merujuk pada Traktat Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) yang diteken AS dan Uni Soviet (negara pendahulu Rusia) pada 1987.

Donald Trump mengatakan bahwa Rusia telah "melanggar" Traktat INF dengan terus mengembangkan senjata nuklir. "Amerika Serikat tidak akan membiarkan Rusia lolos begitu saja (dari pelanggaran itu) sementara mereka terus mengembangkan senjata. Kami tidak akan membiarkannya," lanjut Trump pada 20 Oktober lalu.

Oleh karenanya, Trump merencanakan agar AS melakukan hal serupa, sambil berharap bahwa Rusia akan merespons dengan menghentikan proyek pengembangan rudal nuklirnya.

"Kami akan membuatnya (senjata nuklir) sampai mereka (Rusia) sadar. Dan ketika mereka sadar dan semua pihak mulai bertindak cerdas (dengan menghentikan pengembangan senjata nuklir), maka kami akan berhenti. Tak sekadar berhenti, kami akan menguranginya (senjata nuklir), yang mana saya sangat menyukainya," kata Trump pada Senin 22 Oktober 2018.

Menurut data Federation of American Scientists, Rusia memiliki sekitar 7.000 senjata nuklir, sementara Amerika Serikat memiliki sekitar 6.800.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya