Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama PT PLN Persero, Sofyan Basir, mengaku diminta bantuan memberikan puluhan unit mobil jenazah oleh mantan Menteri Sosial, Idrus Marham. Hal itu disampaikan Sofyan saat menjadi saksi untuk persidangan kasus dugaan memberi suap oleh Johannes Budisutrisno Kotjo di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Sofyan menjelaskan, permintaan bantuan itu disampaikan Idrus di kediaman Sofyan, seusai pertemuan dengan mantan anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih yang membahas proyek PLN di beberapa daerah.
Advertisement
"Apa urusannya pertemuan di rumah anda dengan Eni kok ada Idrus Marham, peran Idrus Marham apa?" tanya jaksa, Kamis (25/10).
"Pak Idrus Marham jujur saja tidak sampaikan apapun cuma sudah yah sudah sudah anda pulang duluan deh saya ingin bicara lagi ke saya maksudnya. Ya minta bantuan 30 mobil jenazah untuk masjid," ujar Sofyan menirukan pernyataan Idrus saat itu.
Sofyan justru mengarahkan Idrus meminta ke Johannes Kotjo dengan sebagai dana corporate social responsibility (CSR). Jaksa kembali menanyakan relevansi Kotjo sebagai sumber Idrus mendapatkan dana CSR pengadaan mobil jenazah, yang dikatakan Sofyan tidak ada alasan apa pun.
"Ya, itu hanya asumsi saya saja," tukasnya.
Diketahui, Johanes Budisutrisno Kotjo didakwa telah memberi suap Rp 4,7 miliar kepada anggota Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham. Uang suap diperuntukkan agar Eni mengarahkan PLN menunjuk Blackgold Natural Resources, perusahaan milik Kotjo, mendapat bagian dari proyek PLTU Riau 1.
Uang diberikan Kotjo kepada Eni sebanyak dua, 18 Desember 2017 dan 14 Maret 2018, dengan masing-masing besaran Rp 2 miliar.
Asal Mula Proyek
Uang kembali diberikan Kotjo setelah ada permintaan dari Eni untuk kepentingan suaminya mencalonkan diri sebagai Bupati Temenggung. Awalnya, Eni meminta uang Rp 10 miliar, namun ditolak dengan alasan sulitnya kondisi keuangan. Peran Idrus melobi Kotjo berhasil dan memberikan uang kepada Eni untuk keperluan sang suami sebesar Rp 250 juta.
Kotjo pertama kali mengetahui adanya proyek itu sekitar tahun 2015. Kemudian, dia mencari perusahaan lain untuk bergabung bersamanya sebagai investor, hingga bertemulah perusahaan asal China, CHEC Ltd (Huading). Dalam kesepakatan keduanya, Kotjo akan mendapat komitmen fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek atau sekitar USD 25 juta. Adapun nilai proyek itu sendiri sebesar USD 900 juta.
Dari komitmen fee yang ia terima, rencananya akan diteruskan lagi kepada sejumlah pihak di antaranya kepada Setya Novanto USD 6 juta, Andreas Rinaldi USD 6 juta, Rickard Phillip Cecile, selaku CEO PT BNR, USD 3.125.000, Rudy Herlambang, Direktur Utama PT Samantaka Batubara USD 1 juta, Intekhab Khan selaku Chairman BNR USD 1 juta, James Rijanto, Direktur PT Samantaka Batubara, USD 1 juta.
Sementara Eni Saragih masuk ke dalam pihak-pihak lain yang akan mendapat komitmen fee dari Kotjo. Pihak-pihak lain disebutkan mendapat 3,5 persen atau sekitar USD 875 ribu.
Atas perbuatannya, Kotjo didakwa telah melanggar Pasal 5 ayat 1 atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Advertisement