Liputan6.com, Jakarta - Polisi tengah memeriksa pria yang membawa bendera mirip organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) saat upacara peringatan Hari Santri Nasional (HSN) di Limbangan, Garut, Jawa Barat. Pemeriksaan dilakukan untuk menggali motif pria berinisial US (34) itu mengibarkan bendera tersebut.
Kabareskrim Polri Komjen Arief Sulistyanto mengatakan, US saat ini masih diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi. Status hukum warga Cibatu, Garut itu baru akan ditentukan pada Jumat 26 Oktober 2018.
Advertisement
"Statusnya sementara masih terperiksa. Besok pagi akan saya jelaskan secara detail hasil pemeriksaan malam ini," ujar Arief di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (25/10/2018).
Polisi menduga, US sebagai penyusup dalam upacara HSN yang digelar di Lapangan Limbangan, Garut pada Senin 22 Oktober 2018 lalu. Sebab, panitia dan peserta telah sepakat bahwa tidak ada yang membawa atribut selain bendera Merah Putih saat acara.
Namun di tengah-tengah acara, US tiba-tiba mengeluarkan bendera dan ikat kepala dengan tulisan kalimat tauhid yang sering digunakan HTI sebelum dibubarkan. Hingga akhirnya atribut tersebut disita anggota Banser dan dibakar. Peristiwa tersebut pun viral dan menuai kontroversi.
Kepolisian langsung melakukan penyelidikan dengan memeriksa tiga orang saksi, yakni anggota Banser yang membakar bendera dan seorang panitia. Dari hasil penyelidikan sementara, ketiganya tidak terbukti melakukan tindak pidana.
Berdasarkan dokumen kepolisian yang dibenarkan Arief, pembakaran tersebut merupakan tindakan spontan sebagai respons terhadap US yang mengibarkan bendera HTI.
Alasan Pembakaran
Pembakaran bendera yang dilakukan para saksi bertujuan agar atribut HTI tersebut tidak digunakan lagi. Sebab HTI telah dilarang dan dibubarkan pemerintah.
Polisi menilai, pembakaran tersebut tidak akan terjadi jika US tidak mengeluarkan atribut HTI. Sehingga polisi menilai, pembakaran dipicu oleh tindakan US yang menyusup ke acara HSN dan mengibarkan bendera HTI.
Karena fakta-fakta itu, US patut diduga melanggar Pasal 174 KUHP yang berbunyi, "Barangsiapa dengan sengaja mengganggu rapat umum yang tidak terlarang, dengan mengadakan huru hara atau membuat gaduh, dihukum penjara selama-lamanya tiga Minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900."
Saksikan video pilihan di bawah ini
Advertisement