Liputan6.com, Jakarta - Bila Anda sedang berkunjung ke Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar), sempatkan waktu untuk pergi ke rumah masa kecil Bung Hatta. Lokasinya berada di Jalan Soekarno-Hatta No 37, Bukittinggi, Sumatera Barat, tak terlalu jauh dari Pasar Bawah.
Bung Hatta sempat tinggal di rumah itu hingga berusia 11 tahun. Ia tinggal bersama sang kakek, Syech Adurrachman, yang dikenal pula sebagai Syech Batuhampar.
Dilansir dari laman museumindonesia.com, dari sang kakek yang bekerja sebagai kontraktor pos partikelir itu, Bung Hatta kecil belajar sejumlah karakter positif, seperti disiplin kerja, ketepatan waktu, kesederhanaan, dan kasih sayang.
Bung Hatta menjalani pendidikan sekolah dasarnya di Europese Lageree School (ELS) Bukittinggi dan menghabiskan hari di rumah kayu yang didirikan sekitar 1860-an itu. Rumah itu terdiri atas bangunan utama, paviliun, lumbung padi, dapur, kandang kuda, dan kolam ikan.
Baca Juga
Advertisement
Bangunan utama berfungsi untuk menerima tamu, ruang makan keluarga dan kamar tidur ibu, paman, dan kakek Bung Hatta. Sementara, kamar tidur Bung Hatta adalah paviliun yang berada di belakang bangunan utama. Di dalam kamar itu pula tersimpan sepeda ontel yang disebut sering dipakai Bung Hatta sehari-hari.
Namun, rumah itu runtuh pada 1960-an akibat usianya sudah semakin tua. Sebelum dibeli oleh Haji Sabar, bangunan belakang rumah tersebut masih berfungsi dan dihuni oleh beberapa keluarga secara bergantian.
Atas gagasan Ketua Yayasan Pendidikan Bung Hatta, rumah kembali dibangun ulang untuk memberi gambaran masa kecil sang proklamator di Bukittinggi. Penelitian pembangunan ulang dimulai pada November 1994 setelah tanah dibebaskan Pemerintah Kota Bukittinggi, sementara pembangunan dimulai pada 15 Januari 1995.
Rumah itu dibangun mengikuti bentuk aslinya yang terekam di memoir Bung Hatta dan berbagai foto/dokumentasi milik keluarga Bung Hatta. Rumah itu kemudian diresmikan pada 12 Agustus 1995, bertepatan dengan hari lahir Bung Hatta sekaligus untuk merayakan 50 tahun Indonesia Merdeka.
Sebagian besar perabotan di dalam rumah masih asli. Perabotan itu diperoleh dari keluarga dan kerabat beliau, begitu pun tata letak perabotan tersebut masih dipertahankan di tempat asalnya. Museum ini dibuka Senin sampai Minggu.
Bambu Khusus
Pembangunan rumah itu menghabiskan 266 meter persegi sasak dari batuang (bambu) yang didatangkan khusus dari Batusangkar, 525 meter persegi tadir pariang dari Payakumbuh.
Ada pula 75 meter persegi kayu banio tampuruang dari Muara Labuh, kayu ruyuang, 1.600 zak Semen Indarung, 336 meter persegi pasir pasang, 138 meter persegi batu kali dari Padang Tarok, 25.000 buah batubata dari Payakumbuh serta material pendukung lainnya.
Untuk kelengkapan rumah seperti kunci-kunci, grendel, dan tiang kuno didapat dari berbagai pihak dan masyarakat sekeliling, sehingga tampilan rumah ini mendekati aslinya.
Untuk mengembalikan suasana lalu, rumah ini juga dilengkapi dengan peralatan seperti tempat tidur (kui) kuningan dari Inggris, kero hitam (tempat tidur hitam), tempat tidur ukir yang digunakan oleh Bung Hatta serta perabotan lainnya seperti kursi, meja dan beberapa koleksi foto serta lukisan yang berasal dari pihak keluarga.
Penataan lanskap luar rumah diusahakan seperti suasana awalnya, seperti penanaman tiga pohon jambak di bagian depan rumah, murbai di depan kapuk (bagian belakang rumah), dan pohon sawo di depan istal.
Untuk tanaman pendukung lainnya ditanam beberapa tanaman yang sudah mulai jarang ditemukan pada saat ini seperti tetehan, bungo kuniang, adam dan hawa, pinang rajo, kaladi aie, dan tanaman hias lainnya.
Pelaksanaan pembangunan rumah ini didukung oleh 40 tenaga tukang, ditambah dengan tukang khusus untuk bangunan kapuk dan tukang kebun. Secara umum, rumah itu dapat menggambarkan suasana masa lalu tentang teknologi pembangunan rumah, situasi dan kehidupan masyarakat masa lalu, khususnya kehidupan keluarga besar Bung Hatta.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement