Lolos dari Maut Gempa Palu, Pria Singapura Ini Justru Tewas Saat Olahraga

Berhasil mengelabui maut dan menyelamatkan bocah Indonesia saat gempa Palu, pria Singapura ini malah tewas saat olahraga paragliding kesukaannya.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 27 Okt 2018, 10:00 WIB
Ilustrasi Foto Jenazah (iStockphoto)

Liputan6.com, Singapura City - Kita tak pernah tahu kapan ajal akan menjemput, hanya Sang Pencipta yang tahu akan rahasia itu. Meski berhasil selamat dari suatu musibah, kematian tetap akan terjadi, seperti yang dialami pria Singapura bernama Ng Kok Choong.

Warga Singapura itu berhasil mempecundangi maut saat gempa dahsyat mengguncang Palu, Sulawesi Tengah pada 28 September 2018. Ia selamat, bahkan menyelamatkan seorang bocah kecil dari reruntuhan bangunan.

Keberuntungan Ng rupanya tak berlangsung lama. Beberapa pekan kemudian, pria berusia 53 tahun itu justru tewas saat berolahraga. Ng mengalami kecelakaan tunggal saat paralayang di India utara, kurang dari sebulan setelah ia selamat dari gempa serta tsunami di Indonesia --di mana ia menyelamatkan seorang gadis kecil.

Ng Kok Choong ditemukan tewas pada Selasa 23 Oktober 2018, sehari setelah dinyatakan hilang. Demikian menurut obituari di situs web Air Sports Federation of Singapore (AFS) yang dikutip dari Channel News Asia, Jumat (26/10/2018).

Peristiwa tragis itu bermula saat Ng mengudara dengan paraglider pada Senin 22 Oktober sekitar pukul 11.00 di Bir-Billing, Himachal Pradesh.

"... Cuaca berubah menjadi yang terburuk. Ng tak kembali ke hotelnya dan ditemukan keesokan harinya oleh otoritas India menggunakan helikopter," jelas pihak AFS.

Tubuhnya terlihat tergeletak di perbukitan Kota Baijnath, lapor The Tribune.

"Ketika tim penyelamat menjangkaunya, dia sudah meninggal dunia. Penyebab kematian hanya bisa terungkap setelah pemeriksaan postmortem," kata hakim sub-divisi dari Baijnath.

Menurut The Tribune, Ng berada di India untuk berpartisipasi dalam Paragliding World Cup yang dimulai pada 27 Oktober.

"Kami sangat sedih mendengar meninggalnya teman kami yang tercinta, Ng Kok Choong, jiwa yang indah yang terbang bersama kami selama bertahun-tahun," kata AFS.

"Dia tidak mementingkan diri sendiri, berani dan selalu bergerak untuk tantangan berikutnya ... Berasal dari latar belakang komando selama bertahun-tahun membuatnya sangat dihargai dan dikagumi oleh teman-temannya."

"Kami berdoa untuk jiwamu, sahabat kita. Kami akan merindukanmu. Beristirahatlah dengan tenang."

Ng, seorang pensiunan berusia 53 tahun, berada di Palu bulan lalu untuk mengikuti kompetisi paralayang, saat ia tiba-tiba terjebak di tengah gempa berkekuatan 7,5 SR yang juga memicu tsunami.

Pria Singapura itu, bersama dengan seorang teman, berhasil mengeluarkan seorang gadis kecil yang terjebak di bawah puing-puing sebuah hotel. Namun kini, Ng telah tiada.

 

 

Saksikan juga video berikut ini:


Selamat dari Tragedi 9/11, tapi ...

Manhattan, Kota New York pada saat tragedi 11 September 2001. Di kejauhan, asap yang mengepul bersumber dari menara kembar World Trade Center sehabis dihantam dua pesawat, yang membuat kedua gedung runtuh (AP PHOTO)

Peristiwa serupa Ng juga dialami Hilda Yolanda Mayol yang bekerja di sebuah restoran di menara kembar World Trade Center. Ia selamat dalam tragedi 9/11 atau 11 September 2001, tapi tewas tak lama kemudian.

Saat itu ia sedang berada di lantai dasar ketika teror 9/11 terjadi. Perempuan itu sempat meloloskan diri.

Namun, keberuntungannya tak berlangsung lama. Ia menjadi salah satu dari 265 orang yang tewas dalam kecelakaan American Airlines Penerbangan 587 di Queens, New York pada 12 November 2001 -- hanya dua bulan setelah tragedi 9/11.

Kala itu, Mayol yang berusia 26 tahun terbang menuju Republik Dominika, kampung halamannya, untuk menghabiskan waktu bersama ibu dan anak-anaknya.

Tragisnya ia pergi ke negara kepulauan itu untuk memulihkan mentalnya pascateror 9/11.

Ia dalam perjalanan dari China menuju Southern California untuk mengikuti perkemahan musim panas. Namun, tragedi terjadi.

Pesawat yang terbang dari Seoul, Korea Selatan itu, diduga terhempas di ujung landasan dengan sangat keras.

"Semua terjadi dalam 10 detik. Kami mendengar ledakan yang sangat keras dan kemudian berakhir," kata Vedpa Singh, salah satu penumpang yang mengalami patah tulang, seperti dikutip USA Today.

Pesawat yang mengangkut 291 penumpang dan 16 kru itu juga terbakar. Bagian ekornya patah. Yuan berhasil selamat dari kecelakaan itu, tetapi dia terluka. Setelah keluar dari pesawat, ia tergeletak di jalan dan tertabrak sebuah truk pemadam kebakaran yang bergegas menuju lokasi untuk memadamkan api.

Tiga orang meninggal dunia dalam tragedi tersebut, termasuk Ye Meng Yuan.

Petugas koroner San Mateo County, Robert Foucrault mengaku, dia mendapat informasi dugaan bahwa salah satu korban menderita cedera fatal dari sumber lain, "yang bukan kecelakaan pesawat".

Foucrault mengatakan, pejabat senior Pemadam Kebakaran San Francisco juga mengatakan pada dia dan stafnya di TKP Sabtu lalu bahwa seorang gadis diduga tertabrak di landasan pesawat. Korban ditemukan di sayap kiri, sekitar 30 kaki atau 9 meter dari badan pesawat.

Ia mengaku tiba di TKP, 35 menit setelah kecelakaan, dan ditunjukkan ke lokasi dua korban tewas oleh petugas pemadam kebakaran.

"Yang pertama di temukan di depan pesawat, sementara lainnya ditemukan lebih dekat ke lokasi kecelakaan pertama, di mana pesawat menghantam dinding laut," kata dia.

Orangtua Yuan sempat melayangkan gugatan pada pihak maskapai, namun dua tahun kemudian mencabutnya. ""Para pihak telah mencapai penyelesaian rahasia dengan syarat yang disetujui bersama." 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya