Liputan6.com, Hong Kong - Aktivis konservasi mengatakan, jumlah lumba-lumba putih China di perairan Hong Kong telah turun secara signifikan karena pembangunan jembatan penyeberangan laut terpanjang di dunia yang menghubungkan wilayah itu dengan daratan China.
Hal itu muncul di tengah munculnya sejumlah laporan bahwa jembatan sepanjang 55 kilometer -yang dijuluki "jembatan kematian" oleh beberapa media lokal -tersebut telah mencabut nyawa 20 pekerja dan melukai lebih dari 500 orang selama pembangunannya, demikian dikutip dari laman ABC Indonesia, Sabtu (27/10/2018).
Jembatan senilai $ 20 miliar (atau setara Rp 200 triliun), yang memerlukan waktu satu dekade untuk dibangun tersebut, secara resmi dinyatakan terbuka oleh Presiden China Xi Jinping pada hari Selasa 23 Oktober lalu.
Baca Juga
Advertisement
Taison Chang Ka-tai, Ketua Lembaga Konservasi Lumba-Lumba Hong Kong, mengatakan kepada ABC bahwa populasi lumba-lumba di perairan Hong Kong telah turun lebih dari 40 persen, dari rata-rata 80 penampakan pada 2012 menjadi 47 pada tahun 2017.
Chang mengatakan bahwa dampak konstruksi pada populasi lumba-lumba putih terbukti dalam distribusi lumba-lumba di daerah tersebut.
"Selama pembangunan jembatan, kami bisa melihat lumba-lumba di utara (Pulau) Lantau hampir hilang dari daerah itu, yang merupakan area terdekat dari konstruksi itu," katanya.
"Jadi kami bisa melihat hubungan yang sangat jelas antara konstruksi dan lumba-lumba."
Lumba-Lumba Terlihat Saat Pembukaan
Meskipun ada penurunan jumlah lumba-lumba, laporan dari media pemerintah China, CCTV, mengatakan prioritas utama telah diberikan untuk melindungi lumba-lumba putih, yang juga dijuluki "panda laut China".
Sebuah pernyataan di situs Otoritas Jembatan Hong Kong-Zhuhai-Macao menyatakan bahwa $ 68 juta (atau setara Rp 680 miliar) dialokasikan untuk melindungi lumba-lumba.
Chang mengatakan bahwa meski langkah-langkah mitigasi diberlakukan oleh Departemen Perlindungan Lingkungan Pemerintah Hong Kong -- seperti berhenti bekerja selama 30 menit ketika lumba-lumba terlihat -- langkah-langkah itu terbukti tidak efektif.
"Setelah mereka melihat langkah-langkah itu tidak efektif, mereka tidak melakukan apapun untuk mencoba membuat jumlah lumba-lumba meningkat lagi atau menghentikan pembangunan untuk sementara waktu guna melihat apakah mereka bisa memperbaiki situasi lingkungan laut," katanya.
"Saya bisa membayangkan situasi di perairan China bahkan lebih buruk daripada Hong Kong."
Media milik Pemerintah China, Xinhua, di akun medsos Weibo mereka berkomentar bahwa lumba-lumba putih terlihat "menari di sekitar jembatan" pada hari pembukaan, seolah-olah mereka "mengucapkan selamat pada hari ulang tahunnya".
Chang menyebut komentar itu "konyol" karena hal yang wajar bagi lumba-lumba untuk menjulurkan kepala mereka ke udara.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dianggap Kebanggaan
Chan Kam-hong, Kepala eksekutif Asosiasi Hak-Hak Korban Kecelakaan Industri, mengatakan kepada Radio Televisi Hong Kong (RTHK) pada Selasa (23/10/2018) pagi bahwa proyek itu juga mengakibatkan sejumlah "korban" yang sangat kritis.
"Yang kami ketahui sejauh ini adalah ada 11 pekerja yang tewas di lokasi konstruksi di bagian Hong Kong [jembatan], dan sembilan pekerja yang tewas di daratan," katanya.
"Sangat sulit bagi kami untuk mengumpulkan jumlah pasti korban karena Pemerintah tidak memberi kami cara untuk mendapatkannya."
"Ini adalah proyek besar, tetapi pandangan kami adalah bahwa meskipun proyek ini sangat besar dan menantang, bukan alasan yang bisa diterima untuk menyebabkan lebih banyak korban."
Terlepas dari banyaknya korban jiwa, media milik Pemerintah China dan postingan media sosial tentang Jembatan Hong Kong-Zhuhai-Makau sebagian besar positif.
Seorang pengguna dengan nama panggilan yuanshuizhiyuan berkomentar di Weibo bahwa "tidak ada negara lain di seluruh dunia yang mampu (membangun jembatan ini)".
Jembatan itu secara resmi dibuka untuk lalu lintas publik pada Rabu 24 Oktober 2018 pukul 09.00 (waktu setempat) setelah penundaan besar dan pembengkakan biaya.
Konstruksi dihentikan setelah Chu Yee-wah, 66, mengajukan peninjauan yudisial terhadap laporan penilaian lingkungan proyek di Pengadilan Tinggi Hong Kong pada April 2011.
Aksi itu menghasilkan penundaan proyek selama 18 bulan, yang semula dijadwalkan akan selesai pada tahun 2016.
Advertisement