2 Orang Mengaku Perdana Menteri, Kekacauan Politik Melanda Sri Lanka

Sri Lanka diguncang kekacauan politik setelah Presiden Maithripala Sirisena secara resmi memecat Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dan mengangkat gantinya.

oleh Afra Augesti diperbarui 27 Okt 2018, 16:33 WIB
Mahinda Rajapakse (kiri) diangkat sebagai PM Sri Lanka oleh Presiden Maithripala Sirisena (Photo: Handout/ Sri Lankan President Media / AFP)

Liputan6.com, Kolombo - Sri Lanka diguncang kekacauan politik setelah Presiden Maithripala Sirisena secara resmi memerintahkan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mundur dari jabatannya pada Sabtu 27 Oktober 2018.

Keputusan tersebut dilakukan setelah partai pengusung presiden memutuskan mundur dari koalisi berkuasa.

Beberapa jam setelah memecat perdana menteri, Presiden Maithripala Sirisena melakukan langkah dramatis dan kontroversial, dengan mengangkat Mahinda Rajapakse sebagai kepala pemerintahan.

Rajapakse sebelumnya pernah menjabat sebagai presiden ke-6 Sri Lanka pada 19 November 2005 hingga 9 Januari 2015.

Di sisi lain, Ranil Wickremesinghe menolak lengser dan masih menduduki Temple Trees, kediaman resmi perdana menteri. Dalam suratnya kepada Presiden Sirisena, Wickremesinghe bersikukuh ia masih menjabat.

Wickremesinghe mengaku hanya bisa dipecat oleh parlemen, di mana partainya menjadi mayoritas. Ia juga bersumpah untuk mengajukan tindakan hukum terhadap apa yang dia kutuk sebagai tindakan inkonstitusional.

"Saya bicara pada Anda semua sebagai perdana menteri Sri Lanka," kata Wickremesinghe dalam konferensi pers pada Jumat malam. "Saya masih perdana menteri dan akan bekerja sebagai perdana menteri."

Sementara itu, sejak disumpah menjadi perdana menteri baru, Rajapakse belum mengumumkan formasi kabinet -- yang secara konstitusional otomatis dibubarkan ketika perdana menteri lama dicopot.

Juru bicara parlemen, Karu Jayasuriya mengatakan, pihaknya akan memutuskan pada Sabtu ini apakah akan menerima atau tidak pengangkatan Rajapakse sebagai perdana menteri.

Parlemen baru akan memulai sidangnya pada 5 november 2018, yang agendanya membahas anggaran nasional yang diajukan pemerintah. Sementara, Mahkamah Agung yang punya kewenangan memutus sengketa konstitusional, tak beroperasi pada akhir pekan.

Bicara pada pendukung yang menyemut di depan rumahnya di Kolombo Jumat malam, Rajapakse juga meminta Wickremesinghe mundur.

"Anggota partainya harus menghormati demokrasi, menghormati negara dan menghormati hukum", kata mantan presiden itu.

Para loyalis Rajapakse menyerbu dua jaringan televisi milik negara, yang mereka anggap setia pada perdana menteri lama, dam memaksanya melakukan siaran.

Rekaman video menunjukkan polisi kewalahan menangani massa di stasiun televisi Rupavahini. Namun, jalanan ibu kota Sri Lanka tetap tenang tanpa gejolak.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Sosok Kontroversial

Ilustrasi Bendera Sri Lanka (iStockphoto via Google Images)

Mahinda Rajapakse pernah menjabat sebagai presiden selama sembilan tahun. Kala itu, ia menghancurkan Macan Tamil pada tahun 2009, mengakhiri konflik 25 tahun.

Namun, pemerintahannya menolak mengakui pelanggaran yang dilakukan selama perang saudara berdarah.

Amerika Serikat meminta semua pihak di Sri Lanka untuk bertindak berdasarkan konstitusi dan menahan diri untuk tidak melakukan kekerasan. 

"Kami menyerukan kepada semua pihak untuk bertindak sesuai dengan konstitusi Sri Lanka, menahan diri dari kekerasan dan mengikuti proses hukum," kata Departemen Luar Negeri AS.

Para pengacara konstitusional, aktivis politik, dan pakar berdebat di media sosial dan televisi Sri Lanka, terkait apakah pemecatan Wickremesinghe sah.

Sesuai aturan konstitusi, presiden memiliki hak untuk menunjuk seseorang yang menurutnya memiliki mayoritas di parlemen.

Tetapi amandemen ke-19, ditambahkan pada tahun 2015, mengatakan seorang perdana menteri hanya dapat dicopot ketika dia berhenti menjadi anggota parlemen, menerima mosi tidak percaya, atau memilih untuk mengundurkan diri.

"Pada saat ini, ada krisis konstitusional di mana dua orang yang masing-masing mengklaim sebagai perdana menteri," kata Jehan Perera, direktur eksekutif Dewan Perdamaian Nasional Sri Lanka.

Ia berpendapat, penyelesaian kemelut ini hanya bisa diraih di parlemen. Lewat pemungutan suara.

Rajapaksa kehilangan kesempatan kembali mengikuti Pilpres 2015 di tengah meningkatnya tuduhan korupsi dan nepotisme.

Di bawah pemerintahannya yang dulu, puluhan wartawan tewas, diculik, disiksa, dan beberapa melarikan diri dari negara karena mengkhawatirkan keselamatan nyawa mereka.

 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya