Liputan6.com, Banyumas - Secara tradisional, tiga besar raihan medali di ajang Pekan Olahraga Provinsi atau Porprov Jawa Tengah nyaris selalu diisi oleh tiga nama lama, yakni Semarang, Solo dan Banyumas. Kedigdayaan tiga kabupaten dan kota itu nyaris tak tersentuh oleh kabupaten lainnya.
Namun, ada yang berubah di Porprov Jateng 2018 ini. Nama Banyumas tak lagi bertengger di tiga besar. Banyumas terlempar ke urutan kelima, disalip oleh Kudus dan Grobogan.
Sekretaris Komisi D DPRD Banyumas, Yoga Sugama mengatakan, pada tahun 2018 ini, pemerintah mengalokasikan dana yang begitu besar untuk olahraga, yakni Rp 28 Miliar melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2018.
Dana ini, disebut sebagai anggaran terbesar dibandingkan kabupaten atau kota lain di Jawa Tengah. Pun dibanding Semarang, Solo, Kudus dan Grobogan yang mampu berprestasi lebih baik di Porprov Jateng 2018.
Baca Juga
Advertisement
Karenanya, ia mendesak agar eksekutif segera mengaudit Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Banyumas pasca-Porprov Jateng 2018. Pasalnya, anggaran yang dikeluarkan untuk kepentingan olahraga tak sebanding dengan prestasi yang diraih atlet dalam pesta olahraga terbesar di Jateng ini.
Menurut Yoga, ada dua hal yang patut diaudit. Pertama, seoal penggunaan anggaran. Adapun yang kedua adalah audit atau evaluasi menajerial atau kinerja KONI sebagai pengguna anggaran.
“Audit untuk memastikan akuntabilitas publik,” ucapnya, Jumat malam, 26 Oktober 2018.
Dari target 100 emas di ajang Porprov Jateng 2018, Banyumas hanya berhasil menyabet 50 emas, atau hanya mencapai 50 persen target. Dengan anggaran sebesar itu, mestinya Banyumas bisa berbuat lebih banyak.
Atlet Banyumas Pakai Aeromodeling Bekas di Porprov Jateng
Padahal, target itu bukan dibuat oleh pengambil kebijakan anggaran, baik eksekutif maupun legislatif. 100 medali adalah hasil hitungan KONI sendiri.
“Tapi ternyata hanya 50. Peringkat kita hanya lima,” katanya.
Yoga mengibaratkan, APBD adalah peluh masyarakat Banyumas. Dana Rp 28 miliar itu bukan lah angka yang sedikit.
Di sektor pariwisata, Baturraden yang melibatkan ribuan orang saja hanya ditarget Rp 7,5 Miliar setahun. Itu artinya, gelontoran dana untuk KONI Banyumas empat tahun pendapatan Lokawisata Baturraden.
“Ini harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat,” dia menegaskan.
Yoga mengaku mendapat informasi bahwa penggunaan dana oleh KONI yang konon lebih banyak untuk sarana dan prasarana pun tak sesuai fakta. Salah satunya, di cabang Aeromodeling.
Saat atlet atau kabupaten lain menggunakan peralatan serba baru, Banyumas justru menggunakan pesawat aeromodeling bekas. Menilik anggaran yang dimiliki, tak pantas rasanya Banyumas menggunakan alat bekas.
“Kabupaten lain membeli pesawat aeromodeling dengan harga Rp 14 juta ke atas. Banyumas, hanya beli aeromedling bekas dengan harga Rp 3 juta,” dia menerangkan.
Dia pun mengritik tim Porprov aeromodeling Banyumas yang hanya menggunakan teknisi lokal. Sementara, kabupaten lainnya mengambil teknisi berkelas dan mencarinya hingga kota-kota besar.
Bahkan saking terbatasnya peralatan dan kapasitas tim aeromodeling, saat pertandingan ada salah satu aeromodeling yang rusak. Konon, aeromodeling itu tak mau balik dan harus dikejar oleh si atlet hingga tiga kilometer.
“Saat lomba di Cepu itu ada aeromodeling yang rusak tidak mau balik dan harus dikejar-kejar. Atletnya nangis. Kan malu,” dia mengungkapkan.
Dia juga mengritik tim atau kepanitiaan Porprov 2018 yang personelnya diduga dipilih bukan lantaran kinerjanya. Mereka menjadi tim lantaran teman atau kerabat.
Jumlahnya pun tak main-main, sampai 100 orang lebih. Sebab itu, ia pun mendesak agar dilakukan audit menyeluruh menilik kinerja KONI yang tak maksimal.
Advertisement