Bebalong Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda di FBIM-9

Event Festival Budaya Irau Malinau (FBIM) 2018 benar-benar menjadi pesta budaya. Khususnya bagi suku Dayak di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara

oleh Reza diperbarui 28 Okt 2018, 11:00 WIB
Event Festival Budaya Irau Malinau (FBIM) 2018 benar-benar menjadi pesta budaya. Khususnya bagi suku Dayak di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara

Liputan6.com, Jakarta Event Festival Budaya Irau Malinau (FBIM) 2018 benar-benar menjadi pesta budaya. Khususnya bagi suku Dayak di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Bahkan, budaya Bebalong ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia.

Status Warisan Budaya Tak Benda Indonesia untuk Bebelen atau Bebalong, diberikan Kemendikbud melalui surat keputusan nomor 65725/MPK.E/KB/2018, tanggal 10 Oktober 2018. Status ini diterima Lembaga Adat Tidung, Senin (15/10). Bebalong adalah produk budaya berupa syair dan tarian. Ada banyak pesan yang ingin disampaikan di sini.

“Dayak Tidung memiliki banyak potensi budaya. Kekuatannya menjadi aset luar biasa yang tak ternilai. Kami berharap ini bisa menjadi legacy, apalagi penghargaan ini diberikan melalui FBIM-9 ini. Kekayaan ini juga menjadi aset besar bagi pariwisata Malinau,” ungkap Ketua Umum Lembaga Adat Tidung Edi Marwan, Kamis (25/10).

Beberapa bait syair Bebalong yang cukup terkenal diantaranya ‘Sapu Tangan Jingga-Jingga’. Lalu, ‘Mapit Kobulu Injakin’ yang berarti ‘Mampir Dahulu Sebentar’. Lirik berlanjut ‘Buoey Nyo Kati Intamu’ dengan makna ‘Sudah Lama Tidak Berjumpa’. Penutupnya yaitu, ‘Batapap Mayah Bedindang’ yang mengacu ‘Bertepuk Sambil Bernyanyi’.

Untuk gerakan tarian Bebalong, inspirasinya diambil dari Burung Serindit. Gerakannya gemulai. Pesan yang ingin disampaikan, optimisme untuk mengembalikan sesuatu yang hilang. Secara prinsip, tarian ini terus mengalami perkembangan gerakannya.

Syair dan tari Bebalong ini diiringi serangkaian alat musik. Ada kelantung, kuluding, terabangan, ketipung, gambus, dan kulintangan.

“Ada banyak pesan moral yang ingin disampaikan. Tujuannya, agar etnis Dayak Tidung ini selalu mengenali jati dirinya. Selalu ingat akan adat dan budayanya. Untuk gerak tarinya, melenggok sambil menepukan tangan dengan ritme tertentu,” terangnya.

Selain Bebalong, Lembaga Adat Tidung juga sedang memperjuangkan kearifan lokal lain agar dapat pengakuan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Ada Alai Intulud, yaitu prosesi sosial yang membantu sesama. Alai Intulud diterapkan dalam prosesi pernikahan adat dan meringankan beban musibah.

Dayak Tidung juga mengajukan budaya Timug Pensalui. Secara harfiah artinya air pendingin atau penawar. Memakai daun pandan, Timug Pensulai dilakukan dengan memercikan air ke telapak tangan dan lengan. Air ini sebelumnya diberi doa. Budaya lainnya adalah Topong Amas atau berukur dengan emas. Aktivitas Topong Amas ini biasanya dikaitnya dengan cita-cita dan harapan yang terkabul.

Warisan Budaya Tak Benda Indonesia lain yang diajukan berupa Ntukola. Atau, ‘penolakan’ secara halus atas sajian kuliner yang diberikan. Caranya, menyentuh bibir dengan telunjuk baru leher. Budaya ini harus dilakukan, masyarakat Dayak sangat percaya kepada kepunan atau musibah.

“Kami terus memperjuangkan beberapa budaya agar dapat Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Hal ini penting karena menjadi bentuk identitas kami. Apalagi, kami memiliki kekayaan budaya yang sangat besar,” jelasnya lagi.

Dalam FBIM 2018, 2 rekor MURI kembali dipecahkan. Yaitu rekor Kelantung. Dayak Tidung menampilkan 2018 Kelantung dengan ukuran antara 0,4 meter hingga 1 meter. Bahan bakunya diantaranya kayu betangar, bayur, kalimpepa, hingga bita.

Rekor MURI lainnya adalah Bepupur. Atau, lebih familiar dengan sebutan Bekasai. Aktivitas ini dilakukan oleh 200 orang. Mereka membubuhi wajah dan badan dengan bedak cair dingin.

Bepupur terbuat dari ramuan beras, kencur, kunyit, dan daun pandang. Fungsi Bepupur ini adalah menahan temperatur cuara panas Borneo. Makna lain terselip, bentuk pensucian diri melalui tradisi budaya.

Menteri Pariwisata Arief Yahya juga memberikan acungan jempol dengan beragam sajian budaya keren Suku Dayak di Malinau.

“FBIM-9 ini luar biasa. Ada banyak inpirasi yang mereka berikan. Mereka sangat kaya dengan budaya. Sudah sepantasnya kekayaan mereka ini diakui dan dilindungi. Sebab, inilah komoditi pariwisata yang menjanjikan. Ada banyak manfaat. Bukan hanya pelestarian budaya, tapi ada value berupa ekonomi,” tutur Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya yang sukses membawa Kemenpar No. 1 dan terpilih sebagai #TheBestMinistryOfTourism2018 se-Asia Pasifik di Bangkok.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya