Liputan6.com, Karachi - Mohammad Rasheed adalah seorang supir bajaj di Kota Karachi, Pakistan. Butuh waktu satu tahun baginya menabung 300 rupee (setara Rp 624.000, dengan kurs Rp 208 per 1 rupee), untuk membelikan putrinya sepeda.
Tapi, tanpa disangka, uang senilai 3 miliar rupee (setara Rp 624 miliar) berada di dalam rekening tabungannya, membuat Rasheed tercengang dan takut secara bersamaan.
"Saya mulai berkeringat dan menggigil," kata pria berusia 43 tahun itu.
Dikutip dari South China Morning Post pada Minggu (28/10/2018), Rasheed merupakan korban terbaru skema pencucian uang, yang menurut perdana menteri baru Pakistan, Imran Khan, telah bersumpah untuk menghancurkannya.
Baca Juga
Advertisement
Ketika mendapat telepon dari Agen Penyelidik Federal setempat, hal pertama yang dilakukan oleh Rasheed adalah bersembunyi. Tetapi, teman-teman dan anggota keluarga akhirnya meyakinkan dia untuk berkompromi dengan para pejabat.
Kasusnya mencerminkan puluhan kisah serupa dalam beberapa pekan terakhir, yang telah mengisi halaman depan banyak surat kabar di Pakistan, dan menggusarkan rakyat yang sudah lama terbiasa dengan kisah-kisah korupsi dan pencurian besar.
Insiden tersebut selalu terjadi dalam skenario yang mirip satu sama lain, yakni ketik rekening milik warga miskin dibanjiir uang tunai berjumlah besar, lalu tiba-tiba dikosongkan dalam skema pencucian --diduga membuat rugi ratusan juta dolar AS-- yang kian marak di Pakistan.
Nama Rasheed akhirnya dihapus dari daftar penyelidikan federal Pakistan, tetapi kecemasannya tetap ada.
"Saya berhenti mengendarai bajaj yang saya sewa, karena takut jika beberapa agen penyelidik lain mungkin menjemput paksa saya," katanya.
"Istri saya jatuh sakit karena panik memikirkan hal ini," tambahnya pilu.
SImak video pilihan berikut:
Belum Pernah Terjadi Sebelumnya
Hiruk pikuk kasus pencucian uang munculs etelah PM Khan berjanji memberantas korupsi yang merajalela di Pakistan, di mana diklaim telah menyedot miliaran dolar AS ketika negara itu tengah berjuang menyeimbangkan perekonomiannya.
"Ini adalah uang Anda yang dicuri," kata PM Khan saat berpidato di televisi nasional negara itu, pada Rabu 24 Oktober.
"Uang tersebut dicuri dari kontrak publik ... dan ditransfer ke akun-akun ini (para koruptor), lalu dicuci di luar negeri. Saya tidak akan membiarkan mereka yang korup di negara ini hidup bebas," lanjutnya berjanji.
Namun, janji tersebut tidak dirasakan oleh Mohammad Qadir, salah seorang warga miskin yang menjadi korban pencucuian uang.
"Saya belum pernah memiliki jumlah uang sangat besar di rekening," kata penjual es krim berusia 52 tahun itu.
Malang baginya, transaksi tetap dibuat atas namanya untuk 2,25 miliar rupee.
Sejak berita tentang insiden itu menyebar, Qadir mengatakan dia kerap diejek oleh tetangganya, dan memiliki ketakutan besar bahwa hidupnya akan terancam oleh pelaku kriminal dan jeratan hukum.
Masyarakat miskin Pakistan, menurut beberapa pengamat, telah lama digunakan sebagai tameng bagi untuk elit korup untuk menghindari pajak dan menyembunyikan aset terlarangnya.
Tetapi skema pencucian uang via rekening rakyat miskin belum pernah terjadi sebelumnya. Polisi menduga bahwa deretan pialang kaya yang dekat dengan mantan Presiden Asif Zardari, bisa jadi adalah terduga kuat dalam kasus ini.
Pada bulan September, Mahkamah Agung Pakistan membentuk komisi untuk menyelidiki pencucian uang, dan menemukan bahwa setidaknya US$ 400 juta telah melewati "ribuan akun palsu", menggunakan nama-nama orang miskin.
"Ada sekitar 600 perusahaan dan individu yang terkait dengan skandal (pencucian uang) itu," jelas komisi itu menyimpulkan.
Advertisement