Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan, pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan masih bisa berubah. Hal ini ia katakan terkait adanya protes dari Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) terkait Pasal 69 dan 70 dalam RUU tersebut.
"Pembahasan tingkat dua di Komisi VIII DPR ini masih mungkin mendapatkan masukan-masukan dari berbagai pihak, terutama oleh organisasi keagamaan yang terkait dengan pendidikan keagamaan tersebut," kata Ace saat dihubungi, Minggu (28/10/2018).
Advertisement
Menurutnya, masih terbuka kemungkinan DPR akan melibatkan pihak terkait untuk menyempurnakan RUU ini. Termasuk dengan mendengarkan masukan dari PGI.
"Jadi pada saatnya kami akan mengundang PGI, KWI, MUI, NU, Muhammadiyah untuk membicarakan dan membahas tentang penyelenggaraan pesantren dan pendidikan keagamaan itu," ujarnya.
"Ya intinya ini masih terbuka untuk dibahas. Komisi VIII alan segera membuat Panja dan Pemerintah," sambung Ace.
Terpisah, penginisiasi RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Cucun Syamsurizal mengatakan pihaknya akan mengakomodir dan melibatkan organisasi atau lembaga terkait dalam pembahasan RUU Pesantren.
"Kita nanti akan akomodir bagaimana format teknisnya DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) yang dimasukkan Menag dan PKB juga. Adanya keinginan dari gereja seperti itu ya kita garisbawahi dan akan ikut memperjuangkan. Itu kan independensi mereka juga," kata Cucun Minggu (28/10/2018).
Dia menjelaskan, sebenarnya RUU ini muncul melalui survei keadaan di lapangan. Hingga muncullah pasal-pasal seperti yang tertera di draf RUU sekarang.
"Nah ini kan sekarang bola di pemerintah. Kalau nanti pemerintah sama mengusulkan dari PGI seperti itu kita akan menggarisbawahi dan menyetujui bagaimana supaya tetep keanekaragaman kita terjaga," ucap Cucun.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tentang Sekolah Minggu
Diketahui, PGI keberatan dengan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang baru saja disahkan untuk masuk dalam UU Prioritas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka mengkritisi pasal yang mengatur tentang sekolah minggu dan katekisasi yang terdapat pada Pasal 69 dan Pasal 70.
"Nampaknya RUU ini tidak memahami konsep pendidikan keagamaan Kristen di mana ada pendidikan formal melalui sekolah-sekolah yang didirikan oleh gereja-gereja dan ada pendidikan nonformal melalui kegiatan pelayanan di gereja," kata Sekretaris Umum PGI Gomar Gultom dalam keterangan tertulisnya, Minggu (28/10/2018).
Dia juga mengkritik adanya batas minimal peserta sekolah minggu dan perizinan untuk sekolah minggu. Kata dia, sekolah minggu tidak bisa disamakan dengan pesantren.
"Sejatinya, Pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi merupakan bagian hakiki dari peribadahan gereja, yang tidak dapat dibatasi oleh jumlah peserta, serta mestinya tidak membutuhkan izin karena merupakan bentuk peribadahan," ujar Gomar.
Menurut dia, sekolah minggu bukanlah pendidikan formal, melainkan pelayanan dari gereja untuk para jemaat muda.
Reporter: Sania Mashabi
Advertisement