Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden, Jusuf Kalla atau biasa disapa JK, merasa bangga dan bersyukur bahwa salah satu sumpah dari para pemuda pada 1928 adalah menjunjung tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Menurutnya, masyarakat Indonesia harus beryukur bahwa negara yang besar ini hanya memiliki satu bahasa resmi, berbeda dengan negara lain yang banyak memiliki bahasa resmi.
Advertisement
“Semua itu memberikan kita suatu rasa bangga dan terima kasih kepada bapak bangsa ini, khususnya peran Ki Hajar Dewantara yang telah mengusulkan dan menyetujui tentang bahasa Melayu-Riau yang dipakai sebagai bahasa nasional (Indonesia),” ujar JK, saat menerima peserta Kongres Bahasa ke-11, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (29/10/2018).
Ia mengatakan, bahasa itu dinamis. Bahasa Indonesia selalu mengalami modernisasi dan perbaikan mengikuti perkembangan zaman. Seperti istilah kata gadget menjadi gawai dan online menjadi daring (dalam jaringan).
"Kita harus tingkatkan kekayaan kosakata bahasa kita," ucap JK.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengatakan bahwa pihaknya ingin menjayakan bahasa Indonesia agar penuturnya semakin banyak.
“Kita punya misi internasional, supaya proses internasionalisasi bahasa Indonesia semakin lancar dan semakin membias ke banyak bangsa. Kita usahakan nanti kalau semakin banyak yang menggunakan bahasa Indonesia, kita bisa membawa bahasa Indonesia ini menjadi salah satu bahasa komunikasi internasional,” kata dia.
Menanggapi anak muda yang sering mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa asing, Muhadjir mengatakan bahwa bahasa itu ada masa penggunanya. Namun, pihaknya tetap berkomitmen agar semua penutur menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
“Kalau dari pespektif kita tentu saja berangkat dari undang-undang yang ada, kita harus terus menjaga agar bahasa Indonesia ini digunakan dan dituturkan dengan cara yang baik dan benar. Termasuk pemilihan kosakata yang membawa semangat persatuan,” ujar Muhadjir.
Selanjutnya, menanggapi adanya fenomena keluarga muda yang mengajarkan anak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, ia menilai bahwa hal ini kurang sehat untuk masa pertumbuhan anak dan keluarga.
“Jadi intinya saya hanya bisa mengimbau kepada keluarga muda yang menganggap kalau anaknya bisa berbahasa Inggris itu keren, saya kira hal seperti itu tidak pada tempatnya selama kita masih menjadi warga negara Indonesia, kita harus mencintai bahasa. Berikan penguasaan kepada anak-anak kita, baru kemudian diperkuat dengan bahasa asing,” jelasnya.
(*)