DPR Bakal Panggil Manajemen Lion Air soal Jatuhnya Pesawat JT 610 PK-LQP

Komisi V DPR menginginkan Lion Air mendapat sanksi berat, karena dinilai mengabaikan keselamatan penumpang sehingga akibatkan kecelakaan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 31 Okt 2018, 14:44 WIB
Tim SAR mengevakuasi barang korban dan puing pesawat Lion Air JT 610 saat pencarian hari kedua di laut utara Karawang, Jawa Barat, Selasa (30/10). Pencarian korban Lion Air dilakukan dengan menyisiri Pantai Tanjung Pakis. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi V DPR menginginkan Lion Air mendapat sanksi berat, karena dinilai mengabaikan keselamatan penumpang sehingga mengakibatkan jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 PK-LQP tujuan Jakarta – Pangkalpinang, Bangka Belitung, pada Senin pagi 29 Oktober 2018. 

Anggota Komisi V DPR,‎ Bambang Sekartono, mengatakan jika Lion Air terbukti melanggar keselamatan, dengan menerbangkan pesawat yang mengalami kerusakan sehingga mengakibatkan korba jiwa, pemerintah harus menjatuhkan sanksi seberat-beratnya.

"Kalau sampai melanggar, mengabaikan masalah keselamatan dengan mencoba pesawat itu dengan penumpang tanpa adanya perbaikan‎, maka pemerintah harus memberikan sanksi seberatnya," kata Bambang, saat berbincang dengan Liputan6.com, seperti ditulis Rabu (31/10/2018).

Bambang mengungkapkan, sanksi berat merupakan akumulasi kesalahan Lion Air yang telah dilakukan sebelumnya, jatunya pesawat JT-610 menjadi kesalahan terberat yang dilakukan maskapai tersebut. Sanksi terberat yang dimaksudnya adalah dengan mencabut izin operasi.

"Risikonya sangat besar terhadap nyawa publik, padahal seluruh tumpah darah dilindungi negara itu sudah diatur Undang-Undang. Itu berarti Lion Air sudah meremehkan nyawa karena dia mengoperasikan pesawatnya dalam kondisi buruk, kalau begitu cabut saja izinnya," paparnya.

‎Bambang menuturkan, Komisi V DPR akan memanggil pihak Lion Air untuk membahas jatuhnya pesawat JT-610, di perairan Teluk Karawang, Jawa Barat. 

"Kami akan panggil untuk membahas masalah ini. Jadi diberikan sanksi tegas," kata dia.

Pesawat Lion Air JT 610 PK-LQP dengan rute penerbangan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng menuju Pangkalpinang,  mengalami kecelakaan setelah lepas landas pukul 06.20 WIB, Senin 29 Oktober 2018. Pesawat jenis Boeing 737 Max 8 itu sempat mengudara selama 13 menit sebelum jatuh di perairan Tanjung Karawang.

 


Nilai Santunan untuk Ahli Waris

Keluarga korban pesawat Lion Air JT 610 menyerahkan dokumen di Posko Antemortem RS Polri Kramat Jati, Selasa (30/10). Para anggota keluarga itu diperiksa untuk mendukung pemeriksaan antemortem korban insiden pesawat itu. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, sebanyak 189 orang menjadi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT-610rute Cengkareng-Pangkal Pinang pada Senin, 29 Oktober 2018. Penumpang tersebut terdiri dari 124 laki-laki, 54 perempuan, satu anak-anak dan 2 bayi.

Terkait para korban, pemerintah memastikan akan memberikan santunan kepada ahli waris. Santunan yang diberikan mengacu pada Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011.

"Untuk kasus JT-610 ini, ini penerbangan domestik, jadi mengacu PM 77 Tahun 2011," kata Direktur Angkutan Udara Kementerian Perhubungan Maria Kristi Endah Murni kepada Liputan6.com, Rabu 31 Oktober 2018.

Dalam PM 77 Tahun 2011 menyebutkan jika nilai santunan bagi korban meninggal dunia untuk transportasi pesawat udara sebesar Rp 1,25 miliar.

Ini tak hanya berlaku bagi warga negara Indonesia (WNI) tetapi juga warga negara asing (WNA) yang diketahui dua orang ikut menjadi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT-610. 

Sebenarnya, dikatakan Indonesia sudah meratifikasi peraturan penerbangan sesuai Konvensi Montreal 1999 pada 2017. Dalam peraturan ini, korban meninggal dunia mendapat nilai santunan lebih dari Rp 2 miliar.

Namun besaran santunan Rp 2 miliar hanya berlaku untuk penerbangan rute luar negeri, bukan domestik. Sehingga santunan bagi para korban jatuhnya Lion Air JT-610 mengacu pada PM 77 Tahun 2011.

Maria menambahkan, pembayaran santunan ini akan dilakukan jika semua data lengkap dan proses pencarian korban dinyatakan berakhir.

"Ketika semua dokumen sudah lengkap. Terdiri dari surat kematian dan surat keterangan ahli waris. Setelah ada dokumen-dokumen tersebut asuransi akan proses pembayaran," tambahnya.

Tidak hanya itu, santunan kepada para korban juga akan diberikan oleh PT Jasa Raharja (Persero) yang mendapat mandat menjamin setiap perjalanan moda transportasi umum.

Bahwa berdasarkan UU No 33 dan PMK No. 15 tahun 2017, bagi korban meninggal dunia, Jasa Raharja siap menyerahkan hak santunan sebesar Rp 50 juta.

Kepala Humas Jasa Raharja, M. Iqbal Hasanuddin mengatakan, saat ini pihaknya menjadikan daftar manifest sebagai data awal untuk menelusuri para ahli waris penumpang. Pihaknya juga telah membentuk tim untuk mencari daftar ahli waris seluruh korban.

Hanya saja, saat ini belum bisa dilakukan proses pembayaran karena proses pencarian korban belum usai. "Nanti kalau sudah ada pernyataan itu, kita bisa langsung bayarkan dalam 1x24 jam," tutup dia. (Yas)

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya