4 Fakta soal Kompensasi untuk Korban Jiwa dalam Kecelakaan Pesawat Internasional

Dalam sebuah aturan penerbangan, pihak maskapai nantinya berkewajiban membayar kompensasi kepada keluarga yang ditinggalkan.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 31 Okt 2018, 18:35 WIB
Tercatat, penerbangan pada Minggu, 19 Agustus 2018 hingga hari ini, 20 Agustus 2018, masih berjalan normal.

Liputan6.com, Jakarta - Pencarian pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 yang sebelumnya telah dipastikan jatuh di Teluk Karawang, pada Senin (29/10/2018) masih berlanjut.

Pesawat dengan rute Jakarta-Pangkal Pinang ini mengalami kecelakaan usai 13 menit lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Hingga kini, dari sekitar 180-an penumpang belum ada yang ditemukan selamat. Dalam sebuah aturan penerbangan, pihak maskapai nantinya berkewajiban membayar kompensasi kepada keluarga yang ditinggalkan.

Banyak negara yang telah menerapkan hal tersebut. Namun, ada pula sejumlah negara yang melanggar perjanjian itu.

Berikut sedikit dari jumlah negara di dunia yang pernah membayar biaya kompensasi atas tewasnya penumpang pesawat, seperti dikutip dari berbagai sumber, Rabu (31/10/2018):

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


1. Aturan Konvensi Montreal 1999

Ilustrasi Pesawat Jatuh (iStockphoto)

Kovensi Montreal 1999 merupakan sebuah amandeman dari kebijakan Warsawa di tahun 1929 yang ditetapkan International Civil Association Organization (ICAO).

Kebijakan ini akan mengatur soal tanggung jawab pihak pengangkut, dalam hal ini maskapai penerbangan kepada penumpang. Mulai dari soal pengangkutan penumpang itu sendiri hingga kargo.

Akan ada biaya kompensasi apabila penumpang mengalami kerugian. Seperti keterlambatan penerbangan hingga hilangnya nyawa penumpang.

Pada 17 Juli 2014, masakapai penerbangan Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH17 mengalami kecelakaan di Ukraina (298 tewas). Sama halnya dengan TransAsia Taiwan yang menewaskan 48 orang akibat topan.

Menurut Konvensi Montreal 1999, bagi penumpang cedera atau yang meninggal, maka pihak maskapai wajib membayar kompensasi dengan batasan minimal 113.000 dolar Singapura per penumpang atau setara dengan Rp 1,2 miliar, demikian dikutip dari laman Business-standard.com

Meski Konvensi Montreal 1999 telah memberi perlindungan pada konsumen, ada saja sejumlah negara yang telah meratifikasi tak menjalankan kewajibannya.

Indonesia telah menjadi negara ke-122 sebagai anggota International Civil Aviation Organization (ICAO) yang meratifikasi Konvensi Montreal 1999. Dengan masuknya Indonesia ke ICAO, kompensasi yang diberikan kepada para penumpang maskapai penerbangan internasional jika terjadi kerugian akan lebih tinggi dari sebelumnya.

 


2. Kompensasi Penumpang Germanwings Flight 9525

Ilustrasi Pesawat Jatuh (iStockphoto)

Pada Maret 2015, pesawat Germanwings dengan nomor penerbangan 9525 mengalami kecelakaan di Pegunungan Alpen.

dugaan penyebab kecelakaan mengarah pada sang kopilot Andreas Lubitz yang diyakini sengaja menjatuhkan pesawat.

Berdasarkan data dari cockpit voice recorder (CVR) Black Box, terungkap apa yang terdengar dari kokpit pesawat dan sekitarnya, mulai pesawat hendak terbang hingga celaka di Pegunungan Alpen, Prancis.

Dikutip dari laman Time.com, sekitar 150 orang penumpang termasuk awak kabin meninggal dunia.

Meskipun Germanwings tidak pernah mengungkapkan nilai tawaran kompensasi, keluarga dari korban jiwa telah mengaku diberi jaminan sebesar US$ 170.000 atau setara dengan Rp 2,5 miliar.

 


3. Kecurangan Kompensasi US-Bangla Airlines

Ilustrasi Kecelakaan Pesawat

Keluarga korban kecelakaan pesawat Nepal yang berada di US-Bangla Airlines Penerbangan 211 tidak menerima jumlah kompensasi yang layakm karena pemerintah Nepal menunda penandatanganan Konvensi Montreal 1999, menurut The Kathmandu Post.

Seharusnya, dalam kecelakaan pesawat US-Bangla Airlines pihak maskapai harus menanggung biaya sekitar US$ 145.462 atau setara dengan Rp 2,2 miliar.

 


4. Kompensasi Kecelakaan Saratov

Ilustrasi Pesawat Jatuh (iStockphoto)

Kesalahan pilot dan kerusakan sensor diduga menjadi penyebab kecelakaan pesawat jet Saratov Airlines di dekat Moskow, Rusia, demikian menurut keterangan penyelidik. Kecelakaan pada 11 Februari 2018 itu, menewaskan 71 penumpang termasuk awak kabin.

Setelah mempelajari alat perekam data penerbangan pesawat Rusia itu, Komite Penerbangan, Interstate Aviation Committee mengatakan, kecelakaan terjadi setelah pilot melihat data yang berbeda pada dua petunjuk kecepatan udara. Petunjuk yang salah itu terjadi karena pilot tidak menghidupkan alat pemanas sebelum tinggal landas.

Kapten pesawat kabarnya tidak mau melelehkan salju di badan pesawat sebelum terbang. Prosedur ini sifatnya pilihan dan keputusan awak pesawat umumnya tergantung keadaan cuaca.

Pesawat itu bertolak dari Bandara Domodedovo, Moskow, Rusia pada Minggu menuju Kota Orsk dan jatuh sekitar 70 kilometer tenggara Moskow.

Dalam keterangannya, pihak maskapai membayar uang ganti rugi pada keluarga yang ditinggalkan dengan biaya kompensasi US$ 100.000 atau setara dengan Rp 1,5 miliar.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya