UNHCR: Kampung Halaman Etnis Rohingya di Myanmar Belum Siap Dihuni

Para pejabat PBB juga pernah melaporkan muslim Rohingya hidup dalam ketakutan dan tidak bisa bebas bergerak di negara bagian Rakhine, Myanmar.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Nov 2018, 10:01 WIB
Salah satu potret pengungsi Rohingya di India (AFP/Dibyangshu Sarkar)

Liputan6.com, Rakhine - Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi, (UNHCR) mengatakan, keadaan di negara bagian Rakhine di Myanmar "belum memadai untuk dihuni kembali.

Hal ini dinilai setelah Bangladesh dan Myanmar setuju untuk memulai memulangkan ratusan ribu warga muslim Rohingya pertengahan November, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (1/11/2018).

"Sangat penting bahwa pemulangan itu tidak terburu-buru atau prematur," kata juru bicara UNHCR, Andrej Mahecic dan bahwa pemulangan itu juga harus bersifat sukarela.

"Kami menyarankan untuk tidak memaksakan waktunya atau jumlah orang yang dipulangkan," tambahnya.

Para pejabat PBB juga pernah melaporkan muslim Rohingya hidup dalam ketakutan dan tidak bisa bebas bergerak di negara bagian Rakhine, Myanmar.

Badan urusan pengungsi PBB dan program pembangunan PBB baru-baru ini melakukan penilaian pertama atas kondisi di bagian utara negara bagian Rakhine sejak eksodus massal pengungsi Rohingya ke Bangladesh lebih dari setahun lalu.

Tim dari dua badan PBB, UNHCR dan UNDP, mengunjungi lebih dari 26 desa di negara bagian Rakhine, Myanmar.

Mereka mengatakan, tim bisa pergi ke mana saja dan bertemu siapa saja yang mereka inginkan.

Juru bicara UNHCR Andrej Mahecic mengatakan, fokus pertemuan mereka adalah mengetahui kondisi tempat tinggal orang-orang Rohingya dan kesulitan yang mereka hadapi.

"Penilaian ini dilakukan terkait krisis yang terjadi tahun lalu. Jadi, jelas ada juga dampak pada bagaimana orang hidup dan semua orang yang ditemui tim menghadapi situasi yang sangat sulit, terutama dalam memenuhi kebutuhan hidup," katanya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 


Muslim Rohingya Diselimuti Rasa Takut

Bocah-bocah Rohingya mengenakan pakain baru selama perayaan Idul Adha di kamp pengungsi Thangkhali, Bangladesh, Rabu (22/8). Hampir setahun mereka menghuni kamp ini usai kabur menghindari represi militer di Negara Bagian Rakhine. (Dibyangshu SARKAR / AFP)

Mahecic mengatakan, orang-orang di Rakhine mengungkapkan ketidakmampuan mereka mencari nafkah dan mendapatkan layanan dasar karena ruang gerak mereka dibatasi secara ketat.

Ia mengatakan, perasaan tidak percaya, takut terhadap komunitas tetangga, dan rasa tidak aman banyak dijumpai di banyak daerah.

"Perasaan takut dan perasaan tidak percaya berdampak pada akses ke pendidikan, kesehatan, dan layanan dasar lain. Perasaan-perasaan itu juga membatasi interaksi antarkomunitas, menghambat prospek untuk membangun rasa percaya dan kohesi sosial," kata Mahecic.

"Komunitas-komunitas yang kami kunjungi sering mengungkapkan tentang kesulitan mendapat layanan kesehatan serta pembatasan populasi muslim dalam mengakses pendidikan," dia menambahkan.

UNHCR dan UNDP menandatangani Memorandum of Understanding (MOU) atau Nota Kesepahaman, dengan Myanmar awal Juni lalu. MOU itu hendak menciptakan kondisi yang kondusif agar pengungsi Rohingya kembali dari Bangladesh secara sukarela, dengan aman, bermartabat dan berkelanjutan, serta kembali berbaur dengan masyarakat di negara bagian Rakhine.

Atas dasar penilaian awal itu, Mahecic mengatakan, jelas bahwa tidak ada satu pun dari syarat-syarat itu yang dipenuhi.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya