Alasan Pemerintah Patok Rupiah 15.000 per Dolar AS di APBN 2019

DPR bersama Pemerintah telah menyetujui asumsi dasar ekonomi makro 2019 untuk nilai tukar rupiah sebesar 15.000 per dolar Amerika Serikat (AS).

oleh Merdeka.com diperbarui 31 Okt 2018, 23:18 WIB
Teller menukarkan mata uang dolar ke rupiah di Jakarta, Jumat (2/2). Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang berada di level Rp13.700 hingga Rp13.800.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Pemerintah telah menyetujui asumsi dasar ekonomi makro 2019 untuk nilai tukar rupiah sebesar 15.000 per dolar Amerika Serikat (AS).

Angka ini meningkat dari asumsi yang disepakati dalam rapat panja yang hanya sebesar Rp 14.000 per USD. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan perubahan asumsi nilai tukar rupiah pada APBN 2019 tersebut terutama dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi Amerika Serikat dengan normalisasi kebijakan moneternya.

Apalagi faktor risiko ketidakpastian global juga akan mendorong pergerakan arus modal kembali ke negara maju.

"Usulan pemerintah tersebut didasari oleh perkembangan terkini besaran nilai tukar Rupiah serta sejalan dengan upaya pemerintah untuk menyusun APBN yang realistis dan kredibel," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Senin (31/10/2018).

Bendahara Negara ini menyebut, penetapan ini juga memperhatikan usulan Bank Indonesia terkait dengan pergerakan nilai tukar rupiah pada 2019 yang diprediksi bergerak pada kisaran Rp 14.500 per USD hingga mencapai Rp 15.200 per USD.

"Maka dalam rapat kerja pembahasan dan penetapan postur sementara RUU APBN 2019 pemerintah mengajukan usulan besaran rata-rata asumsi nilai tukar Rupiah pada kisaran Rp 15.000 per USD," kata Sri Mulyani.

Dengan kondisi ekonomi global yang tidak menentu, pemerintah bersama Bank Indonesia akan terus melakukan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah secara terukur sesuai dengan fundamental ekonomi serta memperkuat cadangan devisa guna memitigasi tekanan terhadap mata uang negeri Paman Sam.

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2019 menjadi undang-undang. Persetujuan tersebut dinyatakan melalui Rapat Paripurna yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 31 Oktober 2018.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com


Rupiah Melemah 10,65 Persen hingga Oktober 2018

Petugas Bank tengah menghitung uang rupiah di Bank BRI Syariah, Jakarta, Selasa (28/2). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis pada perdagangan Selasa pekan ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat Nilai tukar Rupiah (NTR) masih melemah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS).

Namun menurut Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara, depresiasi rupiah tersebut masih dalam volatilitas yang terjaga.

"Tekanan depresiasi rupiah pada September 2018 dan kemudian berlanjut pada Oktober 2018 sejalan dengan pergerakan mata uang negara," kata Mirza di Gedung BI, Jakarta, Selasa 23 Oktober 2018.

BI mencatat rupiah secara rata-rata melemah sebesar 2,07 persen hingga September 2018.  Angka ini sedikit melemah pada Oktober 2018.

"Dengan perkembangan ini, maka secara year to date (ytd) sampai dengan 22 Oktober 2018, rupiah terdepresiasi 10,65 persen," ujar dia.

Depresiasi Rupiah, masih lebih rendah dari pelemahan yang terjadi di Brasil, India, Afrika Selatan, dan Turki.

Ke depan, Bank Indonesia terus mengambil langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamental. Ini dengan tetap menjaga berjalannya mekanisme pasar, didukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan.

"Kebijakan tersebut diarahkan untuk menjaga volatilitas rupiah serta kecukupan likuiditas di pasar sehingga tidak menimbulkan risiko terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," dia menandaskan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya