NU dan Muhammadiyah Sepakat Tolak Khilafah di Indonesia 

Said Aqil mengaku pernah membaca soal cita-cita pendirian Khilafah rampung di seluruh Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 01 Nov 2018, 07:20 WIB
Ketum PBNU Said Aqil Siroj memberikan sambutan saat peluncuran Rumah Pangan Santri di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (3/10). PBNU dan Bulog meluncurkan Rumah Pangan Santri yang dapat diakses melalui aplikasi di ponsel pintar. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Muhammadiyah dan Nadhlatul Ulama (NU) sepakat untuk menjaga persatuan Islam di Indonesia. Kekhawatiran perpecahan itu muncul setelah watak Islam beringas, radikal, dan keras bermunculan belakangan ini.

Menurut Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, hal itu tidak sesuai dengan jati diri umat Islam Indonesia.

"Belakangan ini, kita rasakan ada sesuatu yang aneh, ada sesuatu asing. Antar saudara kita jadi beringas radikal keras. Ini sama sekali tak tunjukan watak jati diri Islam Indonesia," ujarnya saat konferensi pers pertemuan Muhammadiyah dan NU di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Rabu (31/10/2018).

Bahkan, Said Aqil mengaku pernah membaca soal cita-cita pendirian Khilafah rampung di seluruh Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Dia juga khawatir kondisi umat Islam di Indonesia tak seperti Timur Tengah yang berkonflik.

"Bahkan saya baca kalau ga salah 2024 harus sudah ada khilafah di ASEAN ini, termasuk di Indonesia. Mudah-mudahan mimpi ini tidak terjadi. Tidak akan terlaksana berkat NU dan Muhammadiyah sebagai ormas menjaga civil society, menjaga konstitusi empat pilar bahasa politiknya, dulu sekarang dan seterusnya," kata dia.

Said tak segan menyebut pihak-pihak yang bermimpi mendirikan khilafah itu adalah Hizbut Tahrir Indonesia. Dia pun menegaskan bakal melawan siapa pun yang merongrong Indonesia.


Reedam Suasana Panas

Ketika ditanyakan apakah peristiwa pembakaran bendera merupakan kesengajaan pihak yang ingin mendirikan khilafah, Said tak tegas mejawab. Dia hanya menjelaskan bagaimana bendera serupa HTI yang dibakar tidak seharusnya berada di Hari Santri.

"Hari santri itu tidak boleh ada bendera kecuali merah putih. Bendera NU pun enggak ada. Enggak ada bendera NU. Kecuali merah putih dan masing-masing yang rombongan itu hanya memamerkan dari pesantren mana, Al Falah misalnya. Itu aja yang dibawa," jelasnya.

Dia mengatakan saat ini NU dan Muhammadiyah juga berusaha meredam suasana pasca kemarahan sejumlah kelompok atas peristiwa pembakaran bendera mirip HTI.

Said Aqil pun yakin hanya segelintir orang yang bersimpati dengan kelompok HTI pasca peristiwa tersebut.

"NU-Muhammadiyah terutama, sekuat tenaga lah meredam, mendinginkan suasana," pungkasnya.

Reporter: Ahda Bayhaqi 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya