Tingkatkan Hubungan Bisnis, China Siap Pugar Pelabuhan Bobrok Filipina

Menlu China, Wang Yi telah mengunjungi pelabuhan Davao City dan bertemu Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Nov 2018, 11:01 WIB
Presiden Filipina Rodrigo Duterte memberi tahu puluhan polisi yang berada di hadapannya bahwa mereka akan diawasi. (Ted Aljibe/AFP)

Liputan6.com, Davao City - China sedang meninjau cara-cara membangun prasarana-prasarana baru di kota pelabuhan Filipina kedua. Hal itu dilakukan sebagai penghubung dalam Belt and Road Initiative, guna memperluas perdagangan China di Asia Tenggara dan Pasifik Selatan.

Menurut situs web kantor kepresidenan Filipina, Menlu China, Wang Yi mengunjungi pelabuhan Davao City pada Senin 29 Oktober 2018, berbicara selama satu jam dengan Presiden Rodrigo Duterte.

"Kerjasama ekonomi China-Filipina itu dapat diperluas ke daerah-daerah baru, termasuk proyek-proyek Belt and Road Initiative," kata Wang seperti diberitakan kantor berita resmi Xinhua yang dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (1/11/2018).

Filipina berharap, China berpegang pada janjinya Oktober 2016 lalu, untuk membantu sebesar US$ 24 miliar (setara Rp dalam bentuk dana dan investasi. Mereka khawatir terutama karena Filipina telah berjuang untuk sejalan dengan China karena sengketa kedaulatan maritim.

Memugar pelabuhan Davao yang kecil dan bobrok itu menjadi pelabuhan samudra akan meningkatkan bisnis bagi kota berpenduduk 1,6 juta jiwa yang menjadi pusat penghubung bagi pulau kaya sumber daya namun sebagian besar penduduknya miskin.

Pengusaha angkutan barang China dapat menggunakan Davao sebagai pelabuhan ekspor-impor ke dan dari negara-negara di selatan.

 

Saksikan juga video berikut ini:

2 dari 2 halaman

Pendekatan dengan Jepang

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe bertemu dengan PM China Li Keqiang di Beijing, 26 Oktober 2018 (AP/Amdy Wong)

Sebelumnya, China juga melakukan penjajakan kembali dengan Jepang.

Perdana Menteri China Li Keqiang menyebut negaranya dan Jepang harus menjaga pasar bebas dan jangkar pertumbuhan global, agar tetap dalam koridor positif. Hal itu disampaikannya ketika menerima kunjungan mitranya dari Negeri Matahari Terbit, Shinzo Abe, terkait gesekan perdagangan dengan Amerika Serikat (AS).

Kunjungan tiga hari Shinzo Abe diharapkan bisa mengukir ruang lingkup baru untuk kerjasama antara dua ekonomi terbesar di Asia.

Dikutip dari Asahi Shimbun pada Jumat 26 Oktober 2018, hal ini juga diharapkan bisa semakin meningkatkan kepercayaan, yang telah rapuh pada saat kedua negara memulihkan hubungan diplomatik pada tahun 1972.

"Kami berharap kedua belah pihak akan bekerja keras untuk mempromosikan perdamaian regional, menjaga multilateralisme dan perdagangan bebas, dan menjadi poros stabilitas, pertumbuhan dan momentum, bukan hanya untuk Asia tetapi dunia," kata Li dalam pidatonya di Balai Besar Rakyat Beijing.

Di lain pihak, PM Abe yang tiba beberapa jam sebelum pertemuan bilateral formal pertamanya dimulai, mengatakan bahwa kedua negara telah bermain "peran yang sangat diperlukan dalam pembangunan ekonomi di Asia dan global".

Sementara khawatir tentang kekuatan angkatan laut China yang semakin besar, Jepang juga menginginkan hubungan ekonomi yang lebih dekat dengan mitra dagang terbesarnya, tetapi harus mengatur pendekatan itu tanpa mengganggu sekutu keamanan utamanya, AS.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya