Menteri BUMN Pastikan Kondisi Keuangan PLN Sehat

PLN menanggung kerugian Rp 18,48 triliun hingga kuartal III 2018 jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya untuk Rp 30,4 triliun.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 01 Nov 2018, 11:00 WIB
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menanggapi informasi yang beredar mengenai laporan kinerja keuangan PT PLN (Persero). Dalam laporan tersebut PLN mencetak kerugian Rp 18,48 triliun.

Rini menegaskan tidak ada kerugian sebesar Rp 18,48 triliun di PLN. Menurutnya, dalam yang dimaksud dalam laporan tersebut adalah unrealize loss.

"Unrealize loss yang tercatat pada laporan keuangan PLN itu karena ketika terjadinya pelemahan rupiah, sementara perseroan memiliki kewajiban atau utang dalam bentuk dolar AS, bahkan seringkali kontrak PLN dengan IPP (Independent Power Producer) pun dalam bentuk dolar AS," Rini menjelaskan, Kamis (1/11/2018).

Sehingga, lanjutnya, kalau kewajiban jangka panjangnya dihitung berdasarkan kurs sekarang ini, maka akan terjadi yang disebut unrealize loss. "Jika PLN sekarang bayar kewajiban-kewajibannya, maka akan melonjak nilainya," tegas dia.

Hanya saja kewajiban jangka panjang tersebut masih jauh masa jatuh temponya. Atas dasar itu disebut sebagai unrealize.

"Keadaan PLN jelas sehat secara cash flow. Sebab yang terpenting itu adalah bagaimana menjaga kesehatan cash flow-nya, dan PLN dalam kondisi yang sehat," pungkas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kinerja PLN

PLN telah berhasil memperbaiki 3 unit PLTD Silae masing-masing berkapasitas 1,3 MW. (Dok PLN)

Sebelumnya, PT PLN (Persero) menanggung kerugian Rp 18,48 triliun hingga kuartal III 2018 dari periode sama tahun sebelumnya untuk Rp 30,4 triliun.

Hal itu bersumber dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), sehingga membuat beban operasional perusahaan tersebut membengkak.

Dikutip dari laporan keuangan yang dipublikasikan dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), di Jakarta, Selasa (30/10/ 2018).

Hingga kuartal III 2018, PLN menanggung selisih kurs cukup besar, akibatnya perusahaan tersebut rugi Rp 17,32 triliun. Kerugian kurs tersebut lebih besar dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 2,22 triliun.

‎Dalam laporan keuangan tersebut menyebutkan, total pendapatan perseroan sebesar Rp 200,91 triliun atau naik 6,9 persen hingga September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 187,88 triliun.

Pendapatan PLN pada kuartal III-2018, terdiri dari penjualan tenaga listrik sebesar Rp 194,40 triliun naik 6,47 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu Rp 181,81 triliun , serta berasal dari penyambungan daya listrik sebesar Rp 5,21 triliun yang naik 4,2 persen dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu.

Beban PLN terbesar bersumber dari bahan bakar dan pelumas, ‎sebesar Rp 101,87 triliun atau naik 16,28 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 85,27 triliun.

Beban berikutnya adalah pembelian tenaga listrik dari pembangkit yang dikelola swasta (Independent Power Producer/IPP) sebesar Rp 60,61 triliun hingga September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 53,54 triliun. Selanjutnya kenaikan diikuti beban penyusutan sebesar Rp 22,78 triliun, dan beban pemeliharaan Rp 15,01 triliun.

Sedangkan beban kepegawaian turun 6,81 persen menjadi Rp 14,74 triliun hingga September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 15,82 triliun.

Adapun subsidi listrik pemerintah tercatat Rp 39,77 triliun hingga September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 36,19 triliun. Kemudian beban keuangan naik menjadi Rp 16,18 triliun dari periode hingga September 2018 sebesar Rp 14,80 triliun. Akan tetapi, PLN mampu catatkan penghasilan lain-lain sebesar Rp 8,52 triliun hingga September 2018 dari rugi Rp 1,31 triliun.

Total liabilitas PLN tercatat Rp 543,42 triliun pada 30 September 2018 dari periode 31 Desember 2017 sebesar Rp 465,54 triliun. Ekuitas PLN tercatat Rp 842,99 triliun pada 30 September 2018. Total aset dan liabilitas mencapai Rp 1.386,41 triliun pada 30 September 2018.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya